Mengenali Diri #5
Mengenali diri tidak lain adalah menerima diri, dengan segala naik dan turunnya. Naik seperti halnya eskalasi (percepatan) atau pencapaian: bisa mendapat pekerjaan. Turun dalam arti mengalami sebuah kemunduran: saat diam di rumah dan tidak melakukan apa-apa. Namun saat saya teringat lalu tertegun dengan kalimat, "Tidak selamanya yang prestasi atau sukses adalah sukses dan yang gagal adalah kegagalan." Semoga kalimat ini dipahami oleh pembaca yang menurut saya pribadi paham, tapi memang redunden (pengulangan).
Saya pernah mendapat pengalaman bekerja sebelum pekerjaan hari ini, yaitu mengajar privat akidah akhlak dan Al-Qur'an sebelum menjadi pelayan perpustakaan. Saat di pekerjaan itu, saya bertemu teman yang menyeletuk "Hidup itu gambling ga sih, kalau ga berhasil ya gagal." Saya hanya diam saat mendengar dari mulutnya pertama kali, tapi saya cenderung oh iya-ya (red-membenarkan).
Saya mendapat pelajaran yang luar biasa dari pengalaman bekerja pertama itu. Saya sangat memposisikan kerja dalam artian "Aku harus dihargai, mendapat kerja yang layak, aku mendapat gaji yang sesuai", mindset saya di waktu itu. Jujur saja ini membuat saya tegas dalam menyikapi atasan, sampai di satu ungkapan "Kamu dikasih kesempatan untuk berangkat setiap hari dengan uang makan", saya sontak merasa bahwa itu tidak pantas, sehingga saya menolak dan memilih untuk tetap datang di saat saya mendapatkan jadwal mengajar saja, yaitu seminggu tiga kali.
Perjalanan menemukan pekerjaan tidaklah mudah. Mudah yang menurut hemat saya: pekerjaan yang membuat saya nyaman dan tentu mendapat gaji yang sesuai dengan apa yang saya kerjakan. Saya mencoba peruntungan mendaftar PNS di sela-sela pekerjaan yang sudah saya genggam (red-saya jalani dan mendapat gaji). Saat mendaftar PNS, saya bersyukur bukan kepayang. Sebab tidak terbayangkan sebelumnya, bahwa saya mendapat peringkat nomor dua. Saya yang masih belum percaya melamar dosen, namun disitu membuat keyakinan saya menguat.
"Tidak selamanya yang buruk itu buruk, begitupun sebaliknya", ungkap Bapak panutan. Saya gagal di tes PNS tahap akhir. Sebenarnya saya mendapatkan nilai yang tinggi di wawancara, namun di saat tes CBT ke-dua nilai saya terjun bebas, sangat jauh skornya dari peringkat pertama, sekitar 50 poin. Meskipun di wawancara skor saya tinggi, tapi jika diakumulasikan skor saya masih jauh dari peringkat pertama. Mungkin akan saya ceritakan part ini di lain judul.
Setelah menjalani pekerjaan sebagai guru privat yang tidak sesuai dengan gaji yang diharapkan dan tes PNS yang berakhir pada gagal, saya bisa-bisanya memutuskan untuk resign dan pulang. Saya bersyukur memutuskan ini, entah sebab apa yang paling dominan. Tapi jujur, ada lega yang tidak mampu saya definisikan. "Saya ingin bersama diri sendiri", ini yang menjadi harapan saya juga saya turunkan kepada tulisan-tulisan yang bertajuk "mengenali diri".
Mengenali diri hari ini sudah di bulan ke-sembilan. Saya berawal dari menulis: ingin menyelami tahun 2025 dengan menghargai waktu, menerima pulang, menemukan keluarga (yang ternyata di usia dewasa ini banyak pertanyaan). Saya semakin belajar untuk melepas, mungkin saja ada hal-hal yang berubah dalam pikiran saya: mengapresiasi hal-hal kecil. "Bercerita kejadian sehari-hari dengan adik, mendengarkan orang terdekat cerita, hadir saat orang cerita, atau tersenyum ngakak setelah lawan bicara bercerita" menjadi hal yang berharga sebab ternyata tidak mudah mewujudkannya.
Setelah usia dewasa ini, entah kenapa begitu terasa hal-hal kecil ini sulit untuk saya kenali atau terapkan. "Apakah saya berpikiran besar adalah besar sebab apresiasi?" "Apakah memang yang menjadi figur di depan layar atau panggung adalah inspirator?" "Apakah bisa menjawab pertanyaan "kamu tau ga film ini?" dengan cerita yang panjang sesuatu yang remeh?". Saat ini jawaban yang saya temukan adalah tidak. Saya merasakan ada yang kurang pada diri saya sehingga merekonstruksi kembali apa yang ada dalam pikiran saya.
"Apa yang saya suka belum tentu Allah suka, apa yang tidak saya suka belum tentu Allah tidak suka", pesan yang saya dapat dari Q.S Al-Baqarah (2):216. Ingatan saya tarik ke belakang saat mendefinisikan naik dan turun, baik dan buruk, sukses dan gagal, serta ungkapan Bapak Panutan yang berkebalikan dengan ungkapan teman kerja saya:"Di dalam hidup itu tidak gambling", saya menguatkan pendapat Bapak panutan yang selaras dengan pesan Al-Qur'an di atas.
Hari ini, saya di rumah, menulis jurnal setiap bangun tidur dan jogging setiap pagi, menyapa adik, menghargai diam, mendapat amanah sebagai pelayan perpus yang menurut framing awal saya adalah sebuah kemunduran justru ini menjadi tujuan saya hari ini: yaitu menghargai hal kecil yang sebenarnya tidak kecil. "Lebih peka dengan sekeliling dan mengetahui dinamika di rumah ternyata seruwet atau menyebalkan itu" tidak semata-mata buruk atau menyedihkan. Tapi di sini saya tumbuh, khususnya hati dan pikiran saya.
Menjalani hari-hari dengan mengetahui perubahan-perubahan kecil dan pertanyaan-pertanyaan untuk diri sendiri adalah pilihan yang tepat di usia saya hari ini sekaligus situasi hari ini. Jika saya mengutip Pak Fahruddin Faiz yang membahas topik "Menetapkan Makna dan Tujuan Hidup", yaitu sering-seringlah bertanya pada diri sendiri agar menemui tujuan dan makna hidup kamu. Jika diturunkan dalam pertanyaan, diantaranya adalah "Tindakan apa yang telah kamu lakukan hari ini yang membuat kamu bersyukur?" atau "Apakah benar makna hidupku membuat diriku tumbuh?"
Saya hari ini merasakan sedang memulai proses menjawab pertanyaan itu.
Komentar
Posting Komentar