Evaluasi '5 Love Languages': Sebuah Ringkasan

Siapa yang tidak familiar dengan 5 Love Languages? Kali ini saya sepakat dengan penelitian Emily A Impett, dkk yang menyatakan masyarakat awam sangat ketergantungan dengan indikator tersebut dalam membangun dan mempertahankan hubungan. Ini menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Lalu saya coba merumuskan: Apakah masih relevan 5 love languages menurut Chapman's Book? Benarkah 5 love languages itu menjadi kebutuhan setiap pasangan agar hubungannya langgeng?


Jurnal dari Ilmu Hubungan yang di-share Teh Eva

Teh Eva mengirim pesan di grup kami (Flyin to The Moon) yang isinya adalah jurnal (document). Saya hanya selewat membaca dan memberi reaksi berupa emoticon. Di sore hari saya mencoba membuka grup lagi, kebetulan saja saya sedang memeluk diri karena sedari pagi kepala terasa pening. "Di waktu yang sedang menikmati rasa sakit, saya mempersilakan untuk membaca dengan tenang sampai bisa menulis tuntas.


Kali ini saya memutuskan membaca jurnal yang menurut saya adalah bagian dari mengenal diri. Judul jurnalnya adalah "Popular Psychology Through a Scientific Lens: Evaluating Love Languages From a Relationship Science Perspective" oleh Emily A Impett, Haeyoung Gideon Park, dan Amy Muise. Peneliti yang fokus dalam Ilmu Hubungan tersebut menguji 3 asumsi yaitu:
1. Each person has a primary love language (Setiap orang memiliki bahasa cinta utama)
2. There are five love languages (Lima Bahasa Cinta)
3. “Speaking” each other’s love language (Berbicara-komunikasi satu sama lain sebagai bahasa cinta)

Captured by Teh Eva when i asked about 'preference'



Analisis 3 Asumsi Tentang Bahasa Cinta Menuju Nutrisi Diet Seimbang di Dalam Hubungan

Pertama, "Setiap orang memiliki bahasa cinta utama" telah diuji dengan force choiced bahasa cinta menunjukkan waktu yang berkualitas (bertemu) dan sentuhan fisik memiliki skor tertinggi. Sementara diuji dengan skala Likert, pemberian hadiah memiliki skor tertinggi dalam membangun hubungan. Kedua, "5 Bahasa Cinta" telah diketahui tidak menjadi satu-satunya indikator. Selain sentuhan fisik, word of affirmation, quality time, gift, act of service sebagai bentuk ekspresi top-down, terdapat bentuk ekspresi lain yaitu memberikan dukungan untuk tujuan pribadi atau otonomi, misalkan mempersilakan pasangan masuk ke jaringan sosial yang dikenal sebagai bentuk bottom-off. Ketiga, "Berbicara satu sama lain dengan gaya bahasa yang sama" menunjukkan adanya kecocokan pasangan dalam membangun hubungan. Namun, ada penelitian terbaru (Chopin, dkk, 2023) bahwa semua bahasa cinta memiliki korelasi positif dan memiliki manfaat dalam menjalin hubungan, terlepas dari preferensi (kecenderungan) seseorang terhadap 5 bahasa cinta. 


Dari evaluasi di atas, penelitian ini memberikan insight dalam membangun hubungan sebagai novelty jika dalam penelitian, refleksi sekaligus me-refresh jika dalam hubungan. Nutrisi Diet Seimbang (Love as a Nutritionally Balanced Diet) adalah harapan jawaban. Emily A Impett mengungkapkan jika membangun hubungan dengan 5 bahasa cinta seolah menyempitkan ruang ekspresi agar hubungan langgeng. Mereka juga menegaskan bahwa hubungan tidaklah dibangun dengan sederhana dan dalam waktu instan. Dari sini kita mulai tahu bahwa strategi atau mengungkapkan bahasa cinta itu tidak cukup 1,2,3,4,5 secara terpisah atau hanya sampai angka 5 tersebut. 


Nutrisi Diet Seimbang sebagai sebuah metafora yang menyebrangi metafora intuitif (5 Bahasa Cinta). Nutrisi Diet Seimbang dalam membangun hubungan seperti halnya pola makan yang seimbang dengan tercukupinya kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin. Namun dari kesemua kebutuhan itu tidaklah memiliki porsi yang sama atau bahkan masih bisa hidup tanpa satu sumbernya. Jika dicontohkan oleh pelari marathon, ia memerlukan karbohidrat lebih dari porsi nutrisi lainnya untuk menunjang aktivitas utamanya. Seperti halnya di dalam keberhasilan hubungan tercapai walau tanpa adanya sentuhan fisik, namun waktu berkualitas atau ungkapan penegasan-penghargaan, membuat satu sama lain merasa istimewa yang tidak tercakup dalam 5 Bahasa Cinta menurut Chapman bisa menjadikan hubungan yang nutrisinya seimbang.


Selain fokus dari ekspresi, di penelitian ini menunjukkan setiap kebutuhan orang berbeda-beda, tentu berlaku di dalam kebutuhan pasangan yang berbeda-beda pula. "The message delivered to the public could then be that instead of there being only one key thing that people need to do to make their partner feel loved, people should make sure they have a nutritionally balanced relationship, and if they feel that something is missing, they could discuss that imbalance (unmet need) with their partner" (p.90). Di dalam hubungan sebuah pasangan, menjadikan satu sama lain merasa dicintai adalah kuncinya. Sementara ketidaksesuaian dalam membangun hubungan utamanya tentang ekspresi cinta, ini harus didiskusikan agar tetap seimbang. Teori Chapman juga membahas tentang pasangan yang saling merefleksikan hubungan satu sama lain yang menjadikan masih relevan di balik 5 Bahasa Cinta yang telah dievaluasi. 


5 Bahasa Cinta dari Mata Kuliah Menjadi Objek yang Dikritisi Hari Ini

5 Bahasa Cinta ini sudah tidak asing di telinga saya hari ini. Berbeda saat saya duduk di kelas 7 atau 6 tahun yang lalu, saya sangat terkesima dan amaze. Saya merasa ada bekal ilmu atau "ternyata semua itu ada ilmunya, sampai ilmu tentang menjalin komunikasi dengan orang tersayang" juga bisa dipelajari. Untuk hal-hal pertama kali, wajar jika exited. Lambat laun, bekal itu semacam topik yang biasa dikonsumsi, sesekali selingan dalam obrolan, hingga hari ini menjadi diskusi sebab teori 5 Bahasa Cinta telah dikritisi. 


Setelah mengetahui uji asumsi tentang bahasa cinta, setidaknya ada hal lama yang bisa diambil dan hal baru yang dijadikan acuan agar bergerak ke arah lebih baik untuk mencapai hubungan yang baik (kedua belah pihak). 5 Bahasa Cinta menurut Chapman tidak selamanya menjadi acuan seseorang dalam menjalin hubungan, namun tetap mempertahankan komunikasi antar pasangan sebagai refleksi untuk menegosiasi ketidaksesuaian keduabelah pihak. Tahu kebutuhan pasangan yang diistilahkan dalam Nutritionally Balanced Diet dalam hubungan menjadi kunci hubungan itu sendiri, baik tercakup dalam penggunaan 5 Bahasa Cinta atau bentuk ekspresi lain yang mendukung otonomi pasangan. 


Kesan sekaligus pesan atas penelitian ini, saya mengutip dari bahasa peneliti: "A more proactive engagement from researchers with the public could help address this demand, reducing the public’s reliance on anecdotal evidence and lay theories." Semoga pembaca atau orang awam tidak ketergantungan dengan satu teori, yaitu 5 Bahasa Cinta saja, ya! 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Untuk Memutuskan Hidup Bahagia

Mengenali Diri #2

Mengenali Diri #1