Berkunjung ke Toko Buku "Dari Masa Ke Masa"

Semenjak 7 tahun lalu, saya sudah melihat toko buku kanan jalan--jika saya dari rumah menuju sekolah dan sebaliknya. Saya cuma lewat, dan 'ada sih rasa ingin singgah'. 

Selama 3 tahun di SMP, keinginan singgah itu tidak terwujud. Dulu sempat terbersit,"harga buku mahal, uang saku saya belum cukup"; "beli buku apa ya, rasanya pingin tau isinya, tempatnya saja, nanti malu kalau tidak beli". Selain alasan itu, toko buku belum se-familiar saat Aliyah (karena tertarik dengan bazar buku), dan waktu kuliah--toko buku sudah kebutuhan, tidak ada rasa ragu ketika menuju toko buku. Sekalipun hanya lihat-lihat saja.

SMP, Aliyah, kuliah berlalu. Berlalu begitu saja dengan keinginan ke toko buku itu. Sampai saya ketemu apa itu Bandung. Saya kuliah di Bandung, menurut omongan orang "Kota Pendidikan" setelah Jogjakarta (masih peringkat pertama, joke 'kalau siang kota pendidikan, kalau malam... hehe, kota yang indah dong).

Bandung, menemukan saya dengan orang-orang berprinsip 'buku itu tempat tidur, buku itu kakus, buku itu harta kekayaan'. Saya masuk dalam kubangan itu. Saya suka baca, saya sudah mengenal baca sedari MI (buku Si Kancil) tapi baru sadar baca ketika di bangku kuliah. 

Kalau cerita tentang apa itu 'baca', akan panjang lebar. Cukup, kembali lagi ke toko buku.

Di Bandung, mulai dari Togamas, Gramedia, Bintaro, ada pasar buku sepanjang jalan (Palasari). Wah lengkap, nikmat paket komplit.

**

Sepulang saya dari tanah rantau, saya akrab dengan Bangsri, desa layaknya kota. Cukup saya yang bilang. Saya menemukan kehidupan, dan rumah baru. Tapi sayang, toko buku tidak menjamur seperti di Bandung. Mungkin ini salah satu alasan, kenapa ada 'Rindu'.

Apa yang telah berlalu dan harapan tak berwujud. Diberi kesempatan oleh-Nya untuk singgah. Singgah ke toko buku yang hanya saya lewati ketika SMP sampai Aliyah, baru kemarin (2/3/2021). Saya dengan sadar dan sengaja ke toko buku itu. Aroma pertama masuk, sudah menempati ruang kosong di hati.

Bertemu, bercengkrama dengan Ibu. Ibu yang mendirikan toko buku bersama suami, ibu yang memiliki sepetak ruang amat nyaman itu. Suara lembut ibu, bercerita kalau budaya Jogja waktu mudanya masih melekat di darah beliau. 

Seperti yang saya bilang di atas. Jogja 'Kota Pendidikan' dan kaya akan toko buku yang berjajar, intinya mah ga akan sulit nemu buku. Toko buku, baca adalah 'Budaya'. Sepakat dengan Ibu toko buku itu. 

Selepas hidup di Jogja dan berkeluarga, beliau ke Jepara. Toko yang berawal dari 'toko alat tulis'. Pada waktu itu, Ibu punya banyak relasi, tentunya dalam hal per-buku-an. Ibu membawa buku return (istilah yang saya kenal setelah kenal dengan penerbit Mizan dan menjadi bagian bazar buku, hihi). Buku return (buku kembalian, bisa setelah dijual tapi masih sisa atau tidak laku dijual), sebanyak satu dus hanya beliau letakkan di toko alat tulis. Rapi dalam kardus bukan di pasang atau dengan maksud dijual. 

Kesadaran atau 'aha' baru datang setelah beberapa hari kardus dibiarkan. Ibu mulai melihat, bongkar buku yang ada di dalam kardus. Coba dipasang di rak yang ada di toko alat tulis. 

"Loh ko laku bukunya, padahal ini buku teman saya", ibu terkesiap

Berawal dari iseng didukung dengan kebiasaan bersahabat dengan buku juga membaca, jadilah toko buku dan bertahan sampai sekarang. Toko buku satu-satunya yang saya lihat di Jepara, khususnya daerah Bangsri. Bak bertengger tanpa pesaing.

Ada hal yang patut dibanggakan, ketika sepakat dengan Ibu. Minat baca di Jepara mengalami peningkatan. Sejak tahun 2007, juga diadakannya pameran buku menjadi bukti animo baca masyarakat. 

Khusus di daerah Bangsri mulai berdatangan ke toko buku untuk membeli kado atau hadiah. Sedikit banyak beralih pandangan, bahwa buku sebagai hadiah adalah hal yang lumrah juga lebih istimewa ketimbang barang selain buku. "Teman ultah dikado Qur'an atau buku bacaan. Sudah keren menurut saya",  tukas Ibu.

Dokumen Pribadi-Tampak Rak Buku Toko Buku Ibu:)



**

Hari dimana banyak kegiatan. Pagi, dimulai dengan mengerjakan tugas kuliah Ning. Disambung berembug dengan Kang Pondok. Selepas itu, ke Toko Buku, (membeli buku wakaf untuk sekolah; mengantar teman ini membuat saya bisa ke Aliyah saya dulu). Siang sampai sore latihan bersama santri, untuk membuat video lomba dziba. Senja menjadi penanda istirahat sebelum tempur hari esok:)

Terimakasih hari-hari yang menjadikan saya pernah akan sesuatu yang baru--seringkali dambaan saya sejak dulu. 'Allah tidak pernah bercanda dengan pengabulan-Nya'. 

Laa haula walaa quwwata illaa billaah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton