Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

'Alim, Guru, Kiyai-Bunyai #Day 22

27 Juli 2020 Umik pamit, kalau hendak pergi. Beliau pergi ke Semarang. Obrolan itu, kira-kira di hari sebelumnya (kemarin). Selepas salat isya', saya diminta ke kamar beliau, mengambil jajan.  "Kamu malam ini ambil nasi, buat sahur. Umik ga puasa lagi besok. Umik mau ke Semarang", tutur Umik.  Siang, 11.00 a.m Umik memanggil saya, untuk membungkus jajan. Beliau bilang, oleh-oleh untuk buyut (atau saya tidak dengar, bisa jadi dari buyut: membahasakan diri Umik). Saya menyerahkan jajan itu pada Umik, yang sudah berpakaian rapi di ruang tamu (teras), siap berangkat. Lumayan banyak barang bawaan yang dikemas. Pikiran saya, 'mau berapa hari di luar kota ya?' Segera saya tampik pikiran kepo itu.  "Disini dulu, sampai Umik berangkat. Bantuin naikin barang" , pinta Umik Saya mengangkat toples jajan, untuk dimasukkan ke dalam mobil. Kalimat yang terucap dari Umik,  "Sudah ya, Nduk. Titip rumah" , demikian pesan beliau. Ada rasa yang tidak nyaman, dalam

Barokah #Day 21

Ada hal yang berbeda, ada hal yang sama dari tulisan ini. Saya ungkap kesamaannya dulu, biar tidak bingung. Tulisan yang serumpun dengan tulisan sebelumnya, dengan judul 'Pengabdian'. Seputar kegiatan, dan insight saya dalam mengabdi. Tapi ada yang berbeda; dari judul. Untuk 10 hari terakhir (sesi awal mengabdi), judulnya tidak monoton. Akan mengambil satu sorot, dan digubah menjadi tulisan, dengan judul yang sesuai. Untuk tema, gambaran umum yang erat kaitannya dengan pondok pesantren, santri, ngaji, ngabdi. 

Pengabdian #Day 20

25 Juli 2020 Pagi, disambut dengan semangat diri untuk setor dan siap malu. Iya benar! Deresan tiga kebet, dituntun di awal ayat terus. Subhanallah, Innalilahi... Saya kudu tatag. Mama dan Baba tetap menerima saya, walaupun di akhir tidak tertinggal kalau hapalan saya dikembalikan, tidak diterima. Saya mengiyakan, dan senang. Ketika melihat Baba-Mama baiknya luar biasa. Dan masih dengan pituturnya, "Baca, Sa. Dimantapkan, diangen-angen. Alon-alon, mad, ghunnah, tajwidnya. Kalau hapalan begitu, disuruh balik".  Baba, ya Allah, saya hanya berdoa yang terbaik buat Baba dan keluarga. Semoga selalu sehat, dan karunia Allah selalu tercurahkan. Karena sabarnya, dan menerima, membimbing yang luar biasa. Tidak bisa terwakilkan dengan kalimat. Ketika akhir ngaji, diingatkan Mama dengan bacaan Qur'an yang tempo hari diminta oleh Mama, saya sebagai badal karena beliau sedang hadas. Saya lapor, kalau hari ini juz 2. Sebelum saya pamit, "Silahkan bantu-bantu, Sa. Kalau ada waktu

Pengabdian #Day 19

Teguran Saya disuruh Umik nyisir loyang bekas larut. Saya mengiyakan. Dengan santai, saya sudah membersihkan 2 loyang tuntas, dan berjalan loyang ke-3. Saya sebelumnya diajari menyisir (membersihkan) dengan solet. Saya menurut.  "Asa", suara khas Mama dari ndalem atas memanggil saya yang di dapur ndalem bawah.  Saya membalikan badan, melihat ke atas. "Ada apa", dalam pikiran saya banyak kemungkinan. Terdengar dengan nada tinggi memanggil nama saya itu. Terjadilah. "Itu loyang kamu bersihkan dengan kamu kerik? Bawa ke atas, tidak orang yang biasa membersihkan, tidak tau bagaimana caranya", jelas Mama--duko-duko. Saya ke bawah mengambil 6 loyang, dan belum bersih semua langsung saya bawa, sesuai perintah Mama-Baba.  Tengggg Suara loyang yang dibanting, dibanting sedikit. Wkwk. Saya kaget, dan disuruh meletakan untuk dibersihkan Mbak Ndalem.  Saya mengucapkan maaf, dan sesuai utusan dari Umik, Mama membalas " Tidak tahu, ya udah tidak apa-apa. Biar mbak-

Pengabdian #Day 18

23 Juli 2020 Hanya ingin terburu-buru, menulis kisah lebih awal, padahal tidak tahu yang terjadi di jam, menit, detik berikutnya. Laa haula walaa quwwata illaa billaah... Saya diajak simaan, tapi sesampainya disana acara belum dimulai. Saya hanya menunggu, sesuai dengan perintah Umik. Karena beliau yang mengajak saya. Acara masih belum dipersiapkan. Sehingga menunggu lumayan lama. Umik lama-lama meminta pulang dahulu. Saya disuruh tinggal saja. Selepas itu, saya yang menunggu sendirian, diminta Ayah kembali ke pondok.  Ya Allah, rasa yang goyah. Pagi itu, tidak ada sebuah persetujuan antara Ayah dan Umik. Miss komunikasi. Sebuah hal wajar, tapi hati yang merasakan ini, tidak enak, merasa bersalah. Tapi tidak tahu bagian mana salahnya dan harus nurut ke siapa.  Mematuhi siapa (seseorang), ternyata juga menjadi kebingungan. Jangan kira, manut itu enak, atau tinggal ikut. Tapi ketika banyak kepala yang memimpin, tidak bisa terelakkan. Hanya minta penguatan-Mu Gusti.  Tidak ada niat menge

Pengabdian #Day 17

Menemani lagi. Membuat larut . "Sebuah fase. Apakah iya, bertahan atau harus gimana. Iya, Sa. Dijalani" . Sering sekali saya mensugesti diri saya. Di sore hari, dipanggil. "Temani Umik, ternyata ini 1 Dzulhijjah ya, Sa. Kamu tidak bilang. Besok puasa bareng ya", pinta Umik. Benar kata Mba Nisa, diniatin Ngalap Barokah. Apapun, sekalipun tidak laiknya bagian. Wes diajalani. Ingat, saya bukan siapa-siapa. Diajak buka, sahur bersama, tidak lain pelayan. Manut dulu, Sa. Dalam harapan, sekiranya, suatu saat bisa mengucap. Menawarkan jasa, tapi apalah daya, inisiatif dan skill harus ada.

Pengabdian #Day 16

Menemani Umik, saat wawancara. Beliau diminta mahasiswa universitas di Jepara, sebagai narasumber, sepertinya untuk penelitian. Alhamdulillah ada hal baru, sekalipun hanya diam

Pengabdian #Day 15

Nambah per dua hari sekali juga bisa, kalau masih berat, kamu fokus ke deresan.  _Mama Fina_

Pengabdian #Day 14

18 Juli 2020 "Tek (kok) tidak tambah, lalaran (murojaah) juga", ucap Baba setelah saya selesai dan mengucap shodaqallah al-'dzim. Berganti hari, berganti waktu setoran, Baba selalu andil. Ikut menyimak, menyoroti makharijul dan tartil bacaan Qur'an saya. Malam sebelumnya, saya setor dan murojaah ayat yang saya ulang di waktu setor pagi itu (setelah subuh). Ketika malam (sebelumnya) saya dipinta untuk mengulangi hafalan, jadi saya mengiyakan. Namun ada komentar yang membuat saya malu, dan harus menyadari kebenaran itu, "Itu hapalannya tidak lulus, harus diulang", demikian ungkap Baba, yang kebetulan disitu banyak kang-kang pondok (ndalem Baba-Mama sedang mengolesi kue kacang dengan kuning telur, berkumpul semua. Saya sudah habis sehabisnya. "Tiada daya, benar, bukan siapa-siapa, tak bisa apa-apa. Demikian usaha, yang harus diulang dan diulang", pekik saya dalam hati. Alhamdulillah di pagi, bisa mengulang dengan lancar, sekaligus komentar yang mend

Pengabdian #Day 13

Semakin Mantab dengan Jurnalis Buku yang saya temui di perpustakaan Mama, tentang Jurnalis. Sudah saya baca. Mungkin ada sub bab yang terlewat. Saya senang bukan kepayang. Membaca buku itu, "Jurnalis itu menyampaikan kebenaran dan mengungkap kebatilan", "Ulama: K.H. Wahab Hasbullah, ulama yang terjun dalam dunia jurnalistik. Menyampaikan pesan kebaikan dalam penjajahan", "Jurnalis: Kebenaran dan Kejujuran", "Nabi adalah jurnalis: menyampaikan pesan dari Allah. Jika jurnalis (umum): penyampai berita dari pengamatan dan disampaikan kepada khalayak", "Menampilkan Penderitaan." Nyambung juga dengan sosok, Cak Rusdi. Seorang muslim tidak perlu ragu menekuni jurnalis. Menulis: sekalipun surat yang dibuang ke tong sampah. Tapi satu hal harus diketahui, surat telah ditulis dan dibaca ulang sebelum dikirim. Menulis, "Habbit and Love." Sebuah Potret Waktu isya', adzan berkumandang di masjid besar, seberang jalan atau seberang pesa

Pengabdian #Day 12

16 Juli 2020, saya disambang Bapak, Adik, dan Mbak. Mereka awalnya tidak memiliki rencana menyambangi saya. Tapi di hari sebelumnya, ibu ada di dekat pondok. Ibu menghubungi saya, sayangnya saya matikan data. Tidak tahu kalau ada telpon dari Ibu.  Saya iseng, tanya Ibu, barangkali ingin ke pondok. Isengnya saya, punya makna. Saya kebetulan puasa, Sunnah Kamis. Siapa tahu, ibu datang dan bawa jajan. Dasar Saia. "Mungkin kapan-kapan ya Mbak, soalnya baru kemarin banget dari Bangsri", ucap Ibu di pesan WA.  Ya udah, saya tenang-tenang saja. Tidak masalah tidak kesini. Sekitar pukul 8.15 p.m , banyak panggilang masuk, dan tidak terjawab oleh saya. Karena, tepat di waktu setoran. Panggilan yang masuk diantaranya ada dari Mba Ipa dan Ibu. Ternyata, ada pesan juga kalau Mba Ipa sudah di Bangsri. Uwu, seperti kado. Surprise. Alhamdulillah semua sehat  Saya lebih mantap, di malam itu saya meyakinkan keluarga bahwa saya nyaman di pondok. Terkait pengabdian di lembaga sosial, mungkin di

Pengabdian #Day 11

15 Juli 2020 Umik menangis Umik meminta disimak ngaos , sudah lama saya tidak menyimak. Karena nyimak Umik seperti kebiasaan harian. Sekitar empat tahun lalu, itu terakhir. Dan terulang hari ini. Sekali duduk, Umik mengaji dua juz. Luar biasa bagi saya. Di umur 84 tahun, masih dalam ingat. Juga, beliau mulai menghafal di usia senja ini.  "Umik punya hafalan lima juz. Juz lima, dapat setengah. Dan lupa terus. Umik tidak sejak muda hafalan. Abah tidak mendukung, dan Umik sendiri belum krenteg . Baru saat ini. Ya Allah, menyesal." (Diam, ternyata air mata keluar, mengalir di pipi, dan terdengar sesenggukan) Umik teramat sedih, jika mengingat penyesalan. "Ya Allah, paringi sabar." Saya tidak bisa biasa saja. Saya terhanyut dengan cerita Umik, mulai dari Aliyah yang tidak tuntas, sudah dinanti pasangan. Beliau menikah, mengaji dengan Abah, dan mengajar santri. Tapi tidak menghafal. Ditambah pula, beliau masih memulai hafalan dan bisa nderes , hanya satu dua salah. Saya d

Pengabdian #Day 10

14 Juli 2020 Konyol, Sedikit Taukah bagaimana rasanya orang yang pup dan diburu-buru. Nyaman tidak? Susah keluar bukan, **i-nya?. Maaf jorok.  Fenomena di atas, terjadi pada saya. Waktu dhuhur telah tiba, dan saatnya salat dhuhur jamaah dengan Umik.  "Mbak Asa, jamaah sama Umik", teriak Ummah dari lantai bawah (ndalem bawah) Saya buru-buru memenuhi panggilan itu. Saya berwudu dulu, tapi sebelumnya pingin pipis. Tidak disangka yang pingin keluar tidak hanya air seni, tapi yang lewat jalan belakang juga. Ketika sudah dengan nikmat yang luar biasa itu, saya tidak bisa menunda, apalagi sudah di dalam kamar mandi. Menurut saya pilihan satu-satunya adalah mengeluarkan demi kelegaan haqiqi. Namun apa daya... "Mba Asa....", suara Ummah begitu dekat. Ummah sudah di depan pintu kamar mandi. "Gusti", hanya dalam batin saya menjerit. Auto, yang hendak keluar malah tertarik ke dalam. Enggan keluar dengan gerakan peristaltik (dalam mata pelajaran biologi, gerakan yang

Pengabdian #Day 9

13 Juli 2020 Setoran setelah subuh. Selepas itu, nulis di Buku Mas Putut, dapat satu sub uwu. Sekitar pukul 8.00 a.m sampai 9.30 a.m waktu untuk menulis satu sub itu, ingat kata Mas Putut "Menulis cuma butuh diam, dan duduk lalu menulis." ** " Mbak Asa, ayo cocok tanam. Biar bisa ", ajak Umik Sekitar pukul 4.00 p.m, Umik mengajak sekaligus disitu mengajari saya menanam. Dan saya kepalang malu, ketika diminta tolong ambil berambut, dan yang saya ambil adalah tanah. Astaghfirullah , banyak sekali hal-hal kecil yang membuat saya tahu, tapi harus dengan malu terlebih dahulu.  Bersama, Kang Aris, Kang Jatmo, Kang Soneb, dan Ka Oya, asik-asik, bertanam itu terlalui. Hal biasa, tapi ada pelajaran yang didapat. Something bukan? Hehe Hendak Maghrib, sudah selesai pekerjaan atau bercocok tanam tadi. Saya berniat meminta ijin keluar, untuk membeli buka (ta'jil). Saya ijin, auto dilarang Umik. (Dong dong, kalau ijin pasti tidak boleh. Polosnya saya. Ya, sapa tau kan?) ** Ma

Pengabdian #Day 8 (Saia/Saya)

Gambar
12 Juli 2020 Selamat Asa... Sampai satu minggu jugak, survivor ! Weh, ternyata saya bisa. Sudah pendak (sepekan) hari terlalui. Alhamdulillah pula, sudah tidak hadas dan bisa mengaji. Allah tau-tau lebih atas hamba-Nya. Saya hendak mengaji setelah Maghrib, tapi Mama belum berkenan, karena masih mengajar ngaji adik-adik (putra-putri) Mama-Baba. Setoran diganti setelah ba'da isya'.  "Saya manut, menyesuaikan jadwal Mama", ucap saya "Iya Mbak, sekarang saja. Deres dari juz 1 atau 30?", tanya Mama "Mengulang nggeh Ma?", tanya saya balik "Kemarin sampai juz berapa?", percakapan yang berisi pertanyaan "Dari pondok sini, 4 juz Ma. Dilanjut semasa kuliah sampai juz 8", jawab saya "Oh iya Mbak, setoran sama deres seperempat ya", saran Mama Alhamdulillah malam itu dimulai dengan ziyadah juz 9, dan deres seperempat pertama juz 1. Kami, Mama dan saya mengambil jam yang pas untuk ngaos , kalau tidak beres subuh, beres asar, atau

Pengabdian #Day 7

Gambar
(11 Juli 2020) Saya sudah merasa lebih baik. Yaitu, tenang. Ternyata tenang adalah koentji . Tenang di saat seperti ini, menurut saya memiliki dua arti. Saya diam adalah ngaji dan ngabdi, saya bergerak juga ngaji dan ngabdi. Terakhir, arti dari tenang adalah Siap. Dimulai dengan menulis, berkabar lewat ponsel. Cukup. Beranjak siang, saya menuju tempat ngupasin kacang. Tidak lama kemudian, ditimbali  (dipanggil) Umik. Yang mengubungi adalah Ka Oya (cucu Umik, putri dari Ummah--putri bungsu Umik) ke nomor WA Baiti, untuk memanggil saya diutus terapi (pijat). Saya langsung menuju ndalem bawah.  "Enaknya, sudah punya asisten pijat sendiri" , ucap Ummah Umik hanya senyum, dan melanjutkan obrolan dengan saya. Umik menjelaskan bahwa beliau sering terapi ke RS. Islam. Saya mengangguk dan mengiyakan, setiap cerita dari beliau. Dan di tengah proses pijat, diutus  (disuruh)  Umik menggunakan kayu pijat refleksi. Saya manut.  "Pake kayu aja Mbak Asa, biar tangannya tidak capek"

Pengabdian #Day 6

Hari dimana tangis saya tumpah. Ternyata hari ini pecah celengannya. Ibu mengabari kalau sedang di dekat pondok. Tepatnya di kantor kecamatan. "Kalau mau, nyusul ibu kesini" , hanya itu saja pesannya. Saya bergegas menuju Baiti dan Mba Inun, menceritakan kalau ibu saya sedang di dekat pondok. Saya berniat ketemu. Mengungkapkan itu saja kepada Mba Inun dan Baiti, saya menangis, tidak tertahankan. Ya Allah, berat banget ternyata. Posisi diam itu tidak enak, seperti saya saat ini. Tidak bisa berkontribusi apapun, dan selalu dihantui "Hanya pindah tempat tidur saja", na'udzubillah..  Alhamdulillah pertemuan dengan ibu terwujud. Minum jus dan roti panggang, sekitar 30 menit menghabiskan waktu bersama ibu. Menyampaikan apa adanya yang saya hadapi di pondok. Kegiatan berserta diamnya saya. Sempat di tanya, "Apakah tidak disuruh pulang?". Tidak ada perkataan demikian, atau pengasuh meminta saya pulang terlebih dahulu. Saya hanya mencoba bertahan di pondok s

Pengabdian #Day 5

Untuk tanggal 9 Juli 2020. Saya tidak akan bercerita tentang kegiatan saya terlebih dahulu. Mungkin saya akan bercerita tentang seseorang atau beberapa orang.  Orang-orang yang saya temui di tempat pengabdian tentunya. Saya ambil satu orang dulu. Mba Inun, beliau yang bekerja di cookie and brownie Mama, bagian dapur. Beliau cerita panjang lebar. Karena sejak pertama penuturannya adalah beliau adalah orang yang suka ngomong. Tapi di #Day 5 kemarin, beliau cerita tentang apa yang ada pada diri beliau, yaitu indigo. Semacam itu. Didapatinya dari Simbah, semenjak SD. Dari situ, setiap hari (kerap kali) melihat makhluk dunia lain. Salah satu kisahnya, ketika kecil orang tua beliau di- incih oleh tetangga yang kurang menyukai keluarga beliau. Pada suatu malam orang yang tidak suka itu menaburi kotoran atau apa saya kurang jelas (hal kurang baik). Mba Inun tahu siapa orang itu, beliau melihat dari kaca. Namun, anehnya orang yang di luar (tidak suka) tidak melihat Mba Inun.  Kisah lain, katany

Pengabdian #Day 4

Gambar
Kemarin, di 8 Juli 2020 seperti puncak dari keributan hati dan pikiran. Khususnya dalam proses mengabdi ini. Sedari pagi, saya sudah mencoba bangun pagi, tapi tidak langsung mandi. Saya mandi pukul 9.00 a.m sepertinya. Dan menuju ndalem atas, barangkali ada yang bisa dikerjakan. Seperti hari-hari sebelumnya, ngupas kulit ari kacang tanah. Tapi kacangnya tinggal sedikit, hanya tinggal blender dan itu tugas Baiti, saya belum bisa. Buku yang diambil di #Day 1, selesai saya baca di #Day 4 Pagi-pagi, suasana seperti mencekam namun cerah di langit. Saya mendapat pesan dari Ibu dan Mbak, menanyakan kabar saya di pondok. Aktivitasnya apa saja. Saya menjelaskan sedetailnya, apa yang menjadi kesibukan saya, termasuk mlititi kacang, memenuhi setiap panggilan Umik, dan belum ngaji karena masih hadas. Ibu terlalu khawatir, memang selaiknya demikian. Beliau takut, kalau saya hanya diam-diam saja di pondok. Karena belum ada santri, jadi kegiatannya belum ada. Kurang lebih "piye ya adik piye ya.

Pengabdian #Day 3

Gambar
7 Juli 2020 Rak Buku, ditinggal sejak Maret Pagi, bangun tidur, Umik merasa sayah, walhasil minta tolong dipijat. Dan disitu pula, ketahuan kalau saya bisa mijat berkat dari jurusan saya (Tasawuf dan Psikoterapi). Dua kali saya dimintai tolong Umik, untuk memijat. Saya sendiri Alhamdulillah , ketika apa yang pernah saya rasakan dan dapatkan bisa dirasakan orang lain. "Saya suka pijatan kamu, Sa", ungkap Umik. Percakapan berlanjut, sampai dengan jurusan saya yang ternyata mengajarkan pijat dan berbagai terapi. Yang awalnya Umik minta tolong cah ndalem untuk memanggil tukang pijit, akhirnya dibatalkan. "Udah, sama Mbak Asa aja, pijatannya udah enak," begitu tutur Umik. Namun ketika pagi itu, pijatnya belum beres (selesai), beliau ditelfon anak-anak beliau. Dan memutuskan berhenti, dan saya sama Baiti disuruh balik ke pondok. Percakapan Umik dan putra-putri beliau sempet terdengar oleh saya. Putra-putri Umik memang jauh-jauh. Saya kurang hafal siapa saja, tapi yang be

Pengabdian #Day 2

Gambar
6 Juli 2020 Full day with kacang, bersama Mbak Inun dan Baiti. Dari pagi sampe sore. Semakin lama, semakin fana'. Cerita yang larut, tak berujung. Diakhiri, karena kacang sudah habis, beres di- plititi . Cerita bersama Baiti yang syahdu. Karena Mbak Inun, yang bekerja di tempat Mama, setelah adzan asar bergegas pulang. Kami berdua, bertahan sampai jam 5 sore. Great , cerita horor yang membuat saya, ketika malam sebelum tidur minta antar Baiti ke kamar mandi. Ya betul! Tidak berani, karena terbayang cerita sore itu. Berganti jam, berganti matahari menjadi bulan. Dan tidak ada yang aneh. Hanya saja ada sedikit rasa atau emosi karena mencari makan di tempat kang-kang pondok, tak ujung didapat. Kesalnya, karena siang lupa makan. Sehingga malam itu perut cah ndalem , saya dan Baiti sedikit meronta-ronta. Tapi ya sudahlah, masih berusaha menghubungi kang-kang untuk membeli nasi bungkus. Setelah menunggu balasan kang-kang, namun tak kunjung datang dengan tanda nada i-phone (yang menu

Siapa ya?

Siapakah kamu? Yang jadi pembaca setia blog Gadis Jawa?

Pengabdian #Day 1

Gambar
Kamar Khodijah, disini bersama mereka 'Cah Ndalem' Hari pertama saya mengabdi, 5 Juli 2020. Sebelumnya saya sudah menginap satu malam. Karena saya datang di pondok pada hari sebelumnya, tanggal 4 Juli 2020 (Sabtu) setelah maghrib. Konon, saya mendengar dari guru ngaji, malam Ahad dan malam Rabu adalah baik untuk memulai mengaji. Sehingga sampai sekarang, saya ugemi perkataan guru saya itu. Malam yang tidak ada keganjalan. Sudah niat bismillah . Diantar Bapak ke pondok, depan koperasi. Bapak langsung pulang. Saya ingat kata Umik, kalau tidak ada perlu penting, tidak usah menemui terlebih dahulu (masa Covid-19 ini). Sehingga, Bapak hanya mengantarkan tanpa menyerahkan langsung (ada semacam ucapan titip pada Umik). Semoga cukup, dengan sowan saya sebelumnya.  {(Bapak, ibuk, mbak, adik, luar biasa, saya selalu ingat kalian. Saya disini mendoakan dan mencoba kuat karena kalian)}. Malam yang singkat, saya memulai dengan senyum lega dan mencoba mengajak adik-adik (cah ndalem) menon

Dijunjung Saat Lemah

Gambar
Judul yang menggambarkan situasi saya kala itu. Saya pernah dalam posisi, yang pada umumnya adalah panutan. Akan tetapi, khusus pribadi dalam diri, sungguh berkecamuk ketika harus bertindak dan membawa nama orang banyak. Bisa saya menyebut, 'pemimpin'. Sepertinya, pemimpin memang harus menjadi kuat. Bukan orang kuat. Lemah, karena ketika menjadi pemimpin penyerahan total kepada Allah lebih-lebih terasa, dan sepenuhnya. Ada saja rasa khawatir, ketika salah ucap, tindak-tanduk. Namun ketika ini berlebihan, justeru menjadi boomerang. Yang lebih dari khawatir adalah keberanian, demikianlah seorang pemimpin.  Dan saya mengakui, orang-orang atau sosok yang menjadikan saya kuat. Orang-orang yang siap menjadi garda terdepan sampai belakang, membantu saya. Mulai dari teman, yang luar biasa, "kesayangan" salah satu bagian di dalamnya. Kelompok yang tidak sengaja tapi langgeng sampai saat ini. Permasing-masingnya, luar biasa, memiliki porsi tersendiri, tempat di hati. Satu lagi,

Jilbab Sama Dengan 'Shalihah'?

Gambar
Dari buku Mba Kalis Mardiasih, Muslimah yang Diperdebatkan Buku yang saya baca ini, membuat mata saya terbelalak, terasa melebar dengan sendirinya. Kenapa saya memilih buku ini sebagai buku bacaan saya? Saya suka dengan penulisnya, Mba Kalis; dengan pemikirannya, sekaligus dalam menuliskan dalam karya (buku). Terlebih beliau juga berbicara tentang perempuan, namun dari sudut pandang yang luas. Melebar kepada Islam, dan konteksnya di nusantara. Inilah yang terangkum dalam buku beliau yang berjudul “Muslimah yang Diperdebatkan.” Saya tidak menangkap pembahasan dari tiap-tiap sub judul. Namun ada hal-hal yang saya pin, sekarang saya mencoba tulis ulang dengan bahasa saya, dan hendaknya ingin saya bagi sesama teman, laki-laki atau perempuan. -Jilbab/kerudung sebagai simbol perempuan shalihah (?)- Dipaparkan oleh sosok Humaira dalam buku Muslimah yang Diperdebatkan. “So, please start accepting me for what is in my head, rather than what is on it.” Kurang lebih bermakna, Melihat seseorang it