Angan yang Ingin Menjadi Angin

Pesan masuk lewat WhatsApp, "Malam kita rapat". As usual, aku selalu semangat ketika ada riungan grup DD. Karena, disitu aku belajar menulis, dan disitu pula aku nyaman.


Percakapan yang berisi, membicarakan program dengan aku yang plonga-plongo. Aku tidak pernah turut andil program yang dilaksanakan. Karena keberadaanku dan komunitas sekaligus orang di dalamnya yang penuh dengan hobi yang sama; blogging, terpaut banyak kota dan sudah beda wilayah provinsi.

"Meski semangat on, jika kehadiran yang diperlukan. Hanya soul saja itu." (Iya, meng.sad)


Kekecewaan tidak menyempitkan anganku. Anganku yang sangat kuinginkan. "Akhir Agustus ada penutupan agenda tahunan, sekalian laporan pertanggung jawaban", pungkasan virtual yang membuat berbunga nan bungah hatiku. Anganku berubah menjadi ingin, karena rencana untuk singgah bertemu mereka sebentar lagi terwujud.

**


Aku paham, keberadaanku di kota sendiri sudah memiliki tanggung jawab. Membuatku sangat sulit untuk pergi menuruti hawa nafsu. Termasuk kegiatan yang menampung hobiku, juga daerah yang unforgottable, seperti tidak ada harap untuk bersambut dengan keduanya. 


Antara nurani dan nafsu, ketika tahu agenda akhir bulan, membulatkan tekad untuk kesana nyata bersama kehadiranku. Kupikir ini jalan yang tepat, bukan semata keinginan nafsu 'halan halan' (h > j).  Adapun niat jua untuk bisa berkujung ke komunitas yang sedang kutekuni, rumah ramah inklusi beserta orang yang besar hati masuk di dalamnya. Kebetulan, satu kawasan (DD dan DY)


Oh, tepat. Menunggu mantap.


DD cukup menjadi angan yang ingin dariku. Sekejap hilang, ketika aku larut dalam kesukaan yang terbaharu, bersama mendalami inklusi bareng DY, tapi selebihnya karena orang baru dan ilmu baru, pastinya menemukan kenyamanan (selain dari DD).


Sebentar,

Kenapa DD dan DY (komunitas inklusi yang baru kutekuni), lekat dengan hati. Karena itu di daerah dimana hobiku bebas. Seperti ada tali temali, yang selalu kurajut, kukejar dengan mesin waktu. Dan, tiba di sebuah waktu...


Semenjak menekuni dunia iklusi (selain itu, doaku untuk andil di naungan layaknya NGO) terjawab. Aku bergerak di komunitas, aku tidak dibawah undang dan sanksi, aku nyaman untuk berekspresi, aku mudah dalam silaturahmi, aku menetap juga hidup dalam relasi), aku mantap.


2 Agustus 2021, hari terakhir bertemu virtual dengan mereka, yang peduli inklusi. Namun, di hari itu juga tumbuh tunas baru, untuk melanjutkan jejak kaki terhadap kepedulian inklusi. "Tidak paham orang bergerak, dengan menghadapi keterbatasan, dan mau selalu repot", pekikku yang ternyata menyukai hal hal seperti itu. Sebut saja, DY yang sustainable


Angan yang Ingin dariku sudah melambung, mengudara. Tunggu hari untuk menuju Agustus yang di penghujung bulan nanti.


Nevertheless, selalu berpeluang...


"Ke atas sebentar", perintah beliau.

Aku yang berada di kotaku, dimana nafsu itu sangat sempit sekali ruangnya. Aku tidak pernah menjawab selain 'iya'. Aku selalu semangat, atau mungkin membangkitkannya, selalu dengan usaha keras.


Bulan Agustus akan menjadi Bulan yang menwujudkan impian bagi banyak orang, orang yang  tulus berpredikat 'orang tua' dan orang yang mengemban harapan orang tua; mereka adalah 'anak'. Sama memiliki visi untuk bertahan sepertiku, niat murni mencari ilmu (apapun itu, ilmu urip). 


Mereka akan datang dan menetap di tempatku menetap. Memiliki maksud untuk mengabdi dengan tulus, pada orang tulus pula. Belajar yang tidak sekadar untuk potret akademik. Aku tidak ada kata lain, selain menyambut, dan juga alhamdulillah. 'Apa yang selalu di pertanyakan orang di luaran sana, aku mulai bisa menjawabnya."


Aku tidak bisa pergi..


Teringat olehku, ada hati yang terlupa, sakit yang menghambar. Angan yang Ingin (telah) Menjadi Angin.


"Percaya, manakala setiap keinginan, adalah Allah sang Penjawab. Menjawab, tidak seketika atau terburu buru. Bahkan diri sampai lupa dengan keinginan, baru hadirlah Pengabulan. Memantik keinginan lalu pun pilu, (InsyaAllah) Pengabulan itu lebih dari nalar rencana muasal" 


[Siap kuda kuda, menyambut santri baru, meskipun lama, tapi habbit mereka baru, aku harus tau dan memahami itu] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton