Kuliah dan Menikah

I am really blessed

Saya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan studi sampai jenjang magister saat ini. Selain rasa syukur atas kesempatan belajar ini, saya juga sangat bersyukur dengan kesempatan bertemu orang baru, teman atau tokoh-tokoh yang luar biasa dengan keilmuannya. 


Saya menulis kali ini, ingin berbagi tentang mereka. Saya akan menceritakan tentang teman (teman) dulu. Dari teman-teman itu saya khususkan bagi mereka yang sudah berumah tangga. 


...


Dunia pendidikan menjadikan siapapun yang ada di dalamnya sama, sama dalam suara, posisi, dan kesempatan lainnya. Kebetulan, kelas saya beranggotakan perempuan semua. Kita, ber-24 seringkali disebut sebagai Kader Ulama Perempuan. Sebutan yang menjadi doa, namun di lain sisi mengerikan-tanggung jawab di hari kemudian.


Kita ber-24 memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Misal saja, dulu waktu S1. Ada teman yang lulusan Al-Azhar, UIN Sunan Kalijaga, Gontor, UIN Syarif Hidayatullah, UIN Walisongo, Ma'had Aly Sengkang, dan masih banyak lagi. Selain perbedaan instansi, ada juga yang membuat perbedaan itu anugerah. Yaitu perbedaan jenjang atau usia dari masing-masing kita. 


Saat menempuh S2 ini, saya merasakan perbedaan usia. Namun ini juga ga akan tampak kalau ga sengaja menyadarinya. Karena, seperti saya bilang sebelumnya. Di pendidikan atau kelas, dalam satu ruangan, ya kita sama. Termasuk rasa kalau masih seumuran. Namun perbedaan tetap ada dan untuk tau saja. Atau sesekali, agar kita bersyukur. Bahwa belajar dengan orang yang lebih banyak pengalamannya, atau berbeda keunikannya itu membuat nyaman.

...


Hari ini, salah satu teman kelas saya sedang menjalani proses kelahiran anak pertamanya. Saya hanya berimajinasi sembari mencoba menyadari. Saya kira, teteh (saya menyebutnya) keren. Menempuh jenjang pendidikan S2 setelah menikah, meninggalkan suami, menjalani hari kehamilan bersama kawan-kawan. Mungkin hal seperti ini bukan pertama kali. Namun, saya saja yang baru mengalami secara nyata. Saya tidak lagi melihat di tv atau cerpen. Saya tau teteh, dan saya tak jarang memperhatikan dan membuat saya tersadarkan.


Saya mencoba melihat keluhuran ilmu juga kegigihan para pencari ilmu. "Tidak apa-apa jika S2 setelah menikah, Mba. Bisa jadi pribadimu lebih mantap dan siap dalam studi", suatu hari Mama pernah mengatakan seperti itu. Sementara ini, saya menemukan buktinya, dari teman sendiri. Mereka mampu, dan juga kuat menjalani. Setiap langkahnya dan perut buntingnya, tampak perjuangan yang ga biasa-biasa saja. 


Syukur wal hamdulillah, putri teteh sudah lahir dengan selamat. Menurut cerita, teteh melahirkan dengan proses sesar. Perjuangan yang ditunjukkan lagi, .... Mudah-mudahan jadi putri yang solehah, menjejaki perjuangan si Ibu. "Kamu harus tau dik, presentasi terakhir Ibumu terakhir kemarin. Dia lantang mengucapkan teori filsafat, dengan menggembolmu dalam perut kecilnya itu", salam saya untuk dedek bayi.


Kalau masih bisa cerita lama, tidak hanya teteh itu saja yang sudah berumah tangga dan menjalani pengalaman keibuan yang luar biasa. Ada tiga teman lagi yang sudah melewati masa persalinan itu. Sama kerennya, saat membagi waktu untuk keluarga, serta toleransi suami, orang tua demi anak perempuannya  tetap belajar, saya yakin mereka tidak mengesampingkan tanggung jawab rumah. Mereka kuat.


"Ada kesepakatan yang perlu diobrolkan, dan bisa mengatasi saat rasa rindu datang", salah satu teteh yang mengungkapkan keputusan LDM-nya. "Tidak usah ditanya bagaimana rindunya", ucap teteh yang berpisah tempat dengan suaminya; Jawa-Sulawesi. "Saya baru tau arti rindu saat mengenal cinta", ungkap pasangan suami isteri yang sama-sama awardee namun sedang tidak bersama karena sebuah kegiatan. "Kalau sudah menikah, beda dengan pacaran. Karena dalam pernikahan itu ada ikatan batin antara dua pasangan itu. Jadi, ketika seringnya bareng, sekali tidak bareng, merasa ada yang kurang tentunya", ungkap teteh yang sama LDM setelah menjadi pengantin baru. 


Seputar menikah dan kuliah di waktu yang bersamaan. Dari pengalaman teman dan turut mengamati, sepertinya perjuangannya lebih berat. Namun, hakikatnya ga ada yang lebih berat dan lebih ringan. Semua memiliki porsi masing-masing, yang jelas adalah memang ada bedanya. Perbedaan ini yang membuat saya pribadi, mensyukuri. Syukur pernah bersama orang-orang yang gigih, diperlihatkan dengan nyata seperti apa yang pernah dikatakan Mama.


Hal lain yang saya yakini, juga butuh bukti adalah kita sama. Sama-sama bisa menyelesaikan jenjang magister ini, dengam beda-beda tuntutan atau tanggungan pribadi, akan tetapi kita bisa mencapai satu tujuan bersama. Lulus bareng, dan sukses dengan start dan finish masing-masing.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton