Si Senin
Apakabar hari Senin-mu?
(Diantara jawabannya):
Dimulai bangun pagi, mandi, sarapan roti, dan
menyiapkan bekal makan siang
Aku lupa kalau hari Senin. Semua hari-ku sama
Aku dibangunkan Ibu salat subuh, lalu aku tidur
lagi
Dia senang setiap hari Senin, soalnya hari itu
adalah awal dari hari liburnya. Cukup menguras tenaga kalau kerja di weekend
Kamu terlihat masih ngantuk, menguap selebar
cakrawala dan tanganmu menggapai ponsel untuk memulai drakor episode 1
Ada apa dengan hari Senin? Waktu aku masih
kecil merasa biasa saja. Beranjak ke SMP, aku mulai tau perbedaan hari Senin
dengan hari lainnya. Hari yang dimulai dengan upacara dan aku harus pulang sore
karena ekskul. Aku mulai paham hari Senin, saat aku tau nikmatnya hari Minggu.
Aku rasaya tidak ingin meninggalkan hari libur dan bersiap dengan pelajaran Pak
Hartono; mata pelajaran Matematika yang tidak pernah tertinggal penggaris atau
busur panjang juga besar yang dibawanya untuk membuat nyali teman sekelasku menciut,
tentunya termasuk aku.
Sekarang aku mulai terbiasa dengan Senin. Aku menemukan perkembangan dan pertumbuhan
hari Senin itu. Wkwk. Aku melihat fenomena Si Senin saat aku berteman dengan Instagram; meme, feed motivasi, postingan media mental health, unggahan akun biasa-biasa
saja—juga mengekspresikan hari Senin itu. “Semangat ya, besuk Senin”, “Meskipun
harimu berat, kamu harus siap menghadapi esok Senin”, “Selamat hari Senin,
semoga harimu Bahagia”, dan kalimat lain yang serupa.
Hebat kan hari Senin? Semua menyuarakan hari spesial
itu.
Aku mendapati positive vibes dari status wa seorang
kawan. Jadwal hari Senin adalah ambil laundry dan nonton anime. Selasa-Rabu
pura-pura kerja. Kamis-Jumat beneran kerja. Sabtu-Ahad nonton dan menangisi
hari Senin kemudian. (Jika dibaca lucu, juga relate banget kan). Jadwal itu
diakhiri dengan “Wes emboh, aku poseng, mending nonton Soek Jin aja”. Tulisan (kurang
lebih redaksinya demikian) ini dinukil dari buku yang berjudul Hidup Gini-gini
Aja, Nggak Apa-apa.
Kalau melihat dari meme, hari Senin mengandung anxiety
yang tinggi. Lagi-lagi aku mau bahas mindful. Coba kita pahami bareng.
Saat perasaan cemas itu menguasai diri, kita perlu tau di alam bawah sadar itu menginginkan
kebaikan; harapan-keberhasilan-kemudahan. Bukankah itu positif? Seperti
kata Mbak Prisye- seorang mindful person, semua itu kuncinya pada diri
kita. Diri yang paham ketika ada sukses juga pernah gagal, giat juga lelah, atau
tertawa juga menangis.
Ketika sinyal cemas yang baru muncul; itu bisa memungkinkan
(berakhir) positif dan negatif, maka kita pilih untuk (mengusahakan) positif. Positif
adalah semangat, menerima saat jatuh, berterimakasih saat selesai mengerjakan
tanggung jawab. Disini tidak bicara masalah hasil, namun proses. Hakikatnya
tidak ada hasil final. Saat tampak hasil, maka siap-siap untuk proses tingkat
selanjutnya. Begitu terus—siklus.
Meme, quotes, feed atau postingan yang
berseliweran di media masa, itu juga bagian proses. Dia menyajikan kalimat motivasi
dengan apa adanya (relate dengan kita), secara tidak sadar mental model
dalam diri terbangun. Paham jika hari Senin itu awal dari hari kerja dan
seperangkat tugasnya. Namun kita tahu, tidak ada masalah dengan hari-nya (Si
Senin). Tapi yang perlu dikoreksi kembali adalah sikap dan persepsi kita pada
Si Senin. Hihi
Sikap di hari Senin adalah ‘Siap’: ‘Siap
melaksanakan tanggung jawab, sepaket dengan kesiapan menerima (konsekuensi).
Kata kunci: tidak menghakimi diri’.
Aku ingat, hari Senin ini; pergi lebih awal menuju
Perpusnas dengan naik busway. Sampai di lokasi jam 9, membuka laptop, belum
membuat tugas tapi men-sambat lewat blog. Belum tau apa yang terjadi nanti. Aku ingat
dengan tugas Bahasa Arab yang harus menyampaikan di depan kelas. Doakan ya! Semoga bisa terlewati.
Mari sama-sama mengucapkan Terimakasih, untuk
diri kita di hari Senin ini dan nanti😊
Screenshot sebelum laptop mati habis baterai. Makasih Pupu:) |
Komentar
Posting Komentar