Aku ke Pondok
Aku hari ini merasa senang. Lebih tepat lagi
aku merasa lega. Aku hari ini sowan ke ndalem. Banyak hal yang aku temui.
Apalagi sosok-sosok yang kukagumi dan kupanut. Aku bisa salim Umik, Mama-Baba,
Bunda dan Uma.
Sebelum sampai ndalem, rencana untuk sowan
sudah pasti ada. Namun rencana itu dibarengi rasa takut. Aku hafal sekali rasa
ini. Setiap kali hendak ke pondok ada rasa takut. Betul saja jika teringat
saat-saat mendapati tanggung jawab ketika pengabdian. Apa memang rasa di pondok
itu seperti ini ya? Meskipun aku sudah tumbuh dewasa dan sudah kesana kemari ke
banyak tempat. Rasanya tetap tidak berubah.
Aku awalnya mau berkunjung dengan Bapak-Ibu.
Tapi, berhubung ibu sudah aktivitas normal-mengajar, aku berpikir untuk kesana
sendiri. Alhamdulillah aku kemarin ditemani Mba. Keberangkatan untuk sowan itu
sekalian untuk berkunjung ke rekan Mba. Rumah rekan mba posisinya setelah
melewati pondokku. “Ya sudah, sowan saat pulang dari rumah rekan Mba”, ucapku.
Apalah daya hati terbolak-balik. Setelah motorku melaju dan mendekati pondok, “Mba
kita ke pondok dulu ya. Baru ke rumah rekan Mba!”, pintaku ke Mba.
Pertemuanku di pondok sangat bermakna, tak lupa bermandikan doa.
“Umik”, dari kejauhan aku menyapa Umik yang baru dari ruang makan. Aku melihat senyum khas Umik dan membalasku dengan memanggil namaku.
“Mama selamat”, aku mengucapkan seperti itu ke Mama sudah terencanakan sebelum aku pergi. Aku termasuk orang yang mengagumi beliau. Ketika mendengar beliau diterima beasiswa S3 Fulbright, aku menanti untuk mengucapkan tidak secara maya.
“Dosaku pe'en ya, Sa”, Baba dari kejauhan menyapaku dengan ucapan demikian. Akupun tidak berat dalam mengucap ‘Nggeh’.
“Lo, ra tekan nggonku”, Bunda menegurku. Aku berniat untuk ke ndalem Joglo setelah dari ndalem Umik. Tapi sudah rejeki bertemu terlebih dahulu, Bunda baru saja sampai di ndalem Umik. Aku bergegas menjemput untuk salim dengan beliau. Aku menilai ini, sowanku sudah tertunaikan meskipun aku belum sampai ndalem Joglo. Aku juga merasa tepat waktu. Alhamdulillah.
“Mba Asa setelah lulus disini aja, soalnya Mama ke Amerika. Sopo Mba, ga ono seng gede”, ucap Uma. Ini kalimat pemungkas yang sangat jitu. Aku mengunjungi rumah putih (kastil/kastel) Uma di urutan terakhir lengkap dengan pesannya. Heuheu
Rasa plong yang tidak ada bandingannya. Aku
sudah sowan. Aku bisa mengunjungi tempat, orang dan kenangan yang membuat rumus
hidupku berubah (lebih baik). Makna ini sulit untuk diungkap. Kadang aku juga
membatin, kalau ini berat. Namun, rasa yang terpanggil untuk terus mendekat ini
begitu melekat dan dalam.
Senyumku masih hangat sampai saat ini. Aku
tulis dengan pelan, kadang grusa-grusu, aku harus ambil jeda agar bisa rampung
rasa yang kutulis ini. Aku merasakan seperti di saat aku mau mengabdi setelah S1.
Aku berusaha menepis tanggung jawab di masa yang akan datang. Aku fokus dengan
apa yang aku selesaikan saat ini. Jika sudah masanya tiba, aku berdoa yang
terbaik untuk aku bisa menjalani semuanya.
Terimakasih.
Sepotong saja dokumentasiku. Area yang bagus untuk didokumentasikan dalam benak, kamera tak sanggup:) |
Komentar
Posting Komentar