Journaling Konten ‘Mikrofis’

You may have stopped using diary once you reached adulthood. But the concept and its benefits still apply. Now it’s called journaling. It’s simply writing down your thoughts and feelings to understand them more clearly. And if you struggle with stress, depression, or anxiety, keeping a journal can be great idea. -Journaling for Mental Health; University of Rochester-

Foto pribadi dengan ijin petugas perpustakaan

Pengertian journaling dapat dipahami dari salah satu definisi yang saya kutip dari web Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Menulis diari yang kita kenal sejak dulu atau semasa kecil dalam bahasan psikologi disebut sebagai journaling. Journaling adalah kegiatan menuangkan ide, pikiran, perasaan, atau emosi yang berkaitan dengan berbagai peristiwa dalam hidup dengan bentuk tulisan.

 

Menurut Dr. James Pennebaker seorang psikolog dan ahli bidang Expressive Writing mengatakan bahwa journaling dapat menurunkan tingkat stress dan anxiety, dan dapat meningkatkan hubungan sosial antar manusia. Ahli Psikoterapi juga menyatakan terkait journaling, yaitu Maud Purcell. Ia menyebutkan bahwa ketika journaling akan sesuatu peristiwa melibatkan kerja kedua otak kita. Antara otak kiri yang bersifat rasional dan otak kanan yang cenderung kreatif akan berpadu menjadi satu. Saat memaksiamalkan kerja otak, maka disitulah kekuatan otak dapat memahami kondisi kita. Journaling juga menjadi ajang pembebasan diri, menulis tentang apapun, kapanpun dan dimanapun.

 

Saya sendiri telah membiasakan menulis diari sejak usia sekolah dasar. Ketertarikan itu jika ditanya ulasannya secara jelas, saya juga tidak bisa memastikan alasan saya menulis diari. Hanya saja telah menjadi kebiasaan dan saya merasa lega jika melakukannya. Sampai saya ketemu kalimat, “jika menulis tidak ada yang menghakimi dan menulis itu mencurahkan dengan ikhlas”. Terlepas dari semakin kesini ada saja rasa ingin berbagi, seperti pada tulisan ini.

 

Banyak peristiwa yang kita alami dalam hidup. Bahkan tidak bisa dibendung saat diri ini sudah merasa sumpek. Masih ada saja masalah yang datang bertubi-tubi. Namun kita harus ingat, jika ada masalah, pasti juga ada nikmat. Termasuk saat kita nulis diari atau journaling (istilah saat ini), kita tidak boleh membedakan dalam menulis. Misalkan menulis saat kita punya masalah saja, tapi kita juga perlu mengungkapkan rasa syukur dan senang kita.

 

Yap, kita hanya butuh mengungkapkan.

 

Saya juga sepakat, jika manusia itu sangat membutuhkan feedback. Jadi tidak heran jika kita sharing dengan teman lainnya, kita mengharapkan saran atau afirmasi atas sikap kita yang cenderung buruk atau baik. Namun sebelum pada feedback itu sendiri, ada tahap yang sangat inti, yaitu penerimaan. Penerimaan bisa berupa release (lega) dan emosi stabil dari dalam diri kita, bukan orang lain.

 

Saya sedikit menarik benang merah dari apa yang pernah saya pelajari, seputar psikoterapi. Saya lalu menyimpulkan dari bermacam-macam terapi, mulai SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique), MHT (Mind Healing Technique), Client Centered Therapy (Terapi Berpusat pada Klien), dan masih banyak lagi, menunjukkan bahwa seseorang butuh ketenangan dan kebebasan. Pada situasi seperti itulah tubuh akan merasa bahagia atau enteng. Sumbernya dari mana? DIRI SENDIRI.

 

Perlu diketahui pula, bahwa one size not fit for all. Sangat mungkin terapi atau perspektif yang saya yakini ini tidak berdampak pada orang lain. Karena segala sesuatu akan tampak jika kita meyakininya. Jika tidak yakin tentu journaling ini hal biasa saja. Jangan harap jika ingin sebuah perubahan tapi kita tidak yakin akan adanya perubahan itu.

 

Untuk saran selanjutnya yang berkaitan dengan journaling, “tidak ada salahnya untuk mencoba”. Mulai saja. Seperti kalimat yang saya keep dari Mba Najwa dalam event Indonesia Butuh Anak Muda Seri Perempuan. “Kita hanya butuh memulai. Siapa yang lebih dulu untuk memulai.” Ada juga artikel menyarankan memilih media yang tepat untuk berbagi-journaling. Kita bisa menggunakan blog atau media sosial seperti Instagram. Ingat! Kita harus share yang bermanfaat.

 **

Saya ingin praktik journaling tentang hal yang membuat saya senang. Begitu banyak hal yang membuat kita senang bukan? Sayangnya kita seringkali luput karena fokus pada noda: salah atau rasa sedih. Saya memilih satu hal terlebih dahulu, yaitu “PERPUSTAKAAN.”

 

Beberapa waktu lalu, teman saya membutuhkan sumber untuk penelitian tugas akhir. Kebetulan sumber tersebut ada di perpustakaan nasional RI. Sedangkan kawan saya berada di luar kota Jakarta. Saya dengan senang hati membantu, karena itu mungkin untuk saya lakukan. Ditambah lagi saya suka ke perpustakaan. Walaupun belum rajin ehhe.

 

Ternyata sumber atau buku yang dibutuhkan teman saya sudah tidak berwujud kertas (buku). Melainkan dalam bentuk mikrofis. Mikrofis merupakan reproduksi dari lembar film negative yang ditata di dalam jaket film berukuran 10x15 cm. Media mikrofis dapat berisi dokumen yang bisa diperkecil 18-90 dari bentuk aslinya. Saya mencari definisi tersebut, karena saya baru mendengar saat itu juga.

 

Pengalaman pertama kali itu tentu sangat berkesan. Pengarsipan data terbutki sangat diperlukan. Ketika teman saya membutuhkan buku itu, namun sudah tidak ada wujudnya, sehingga mengharuskan dengan media lain untuk mengetahui data. It’s valuable. Buku yang diinginkan sudah lapuk dimakan usia. Usaha dengan mikrofis itulah yang ternyata dapat melestarikan kearifan, nilai, dan juga tradisi luhur yang tidak bisa dilepaskan meskipun zaman terus berkembang sampai hari ini.

 

Saya merasakan nuansa yang klasik. Saya dibawa pada kondisi waktu itu, salah satu babnya adalah baju adat dari Sumatera Barat. Diantaranya pembagian baju kuruang dan seperangkat aksesoris. Pemakaian baju dibeda-bedakan berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan. Baju kuruang upacara penyambutan tamu akan berbeda dengan baju kuruang sehari-hari. Setiap yang dikenakan itu mengandung nilai. Sehingga orang pada saat itu merasakan keyakinan, kehati-hatian, dan itu pasti akan muncul pada sikap atau perilakunya.

 

Apakah masih relevan dengan hari ini? Jawabannya sangat relevan. Salah satu quote saat Kongres Ulama Perempuan, yaitu “Mengakar Pada Tradisi, Merespon Perubahan”. Jika baju adat Sumatera Barat tidak sekadar pengetahuan saja, maka sudah sepatutnya itu sebuah tradisi yang harus dijaga sampai generasi saat ini; seperti upaya teman saya untuk mengkaji dalam penelitian. Namun kita tidak boleh jumud dan acuh dengan teknologi yang juga tidak mungkin berhenti pertumbuhannya.

 

Saya memetik nilai berharga. Antara journaling, perpustakaan, media mikrofis, tradisi daerah Sumatera Barat, dan kehadiran mereka pada diri saya hari ini. Saya merasakan kesenangan, hobi dengan rasa klasik, namun eksistensi nilai tersebut tetap abadi sampai hari ini.

 

Spesial dalam tulisan ini, yaitu ucapan terimakasih. Khususnya teman saya yang sedang menyelesaiknan tugas akhir. Mungkin saja dia tidak jadi dengan tema yang di dalam mikrofis ini. Namun doa baik tidak membedakan dunia materi. Semoga lancar ya, Can!

 

Journaling Our Feeling, Experience, Hope 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton