Sakit

Tahun 2021, sudah hampir ditutup. Saat ini sudah di penghujung bulan. Tepat hari ini, 18 Desember 2021. Sebentar lagi, tinggal menghitung hari, kita sudah membuka lembar baru di tahun 2022. 


Tentu, dalam satu tahun kebelakang tumpukan cerita sudah kita timbun. Rasanya ingin mendiamkan tumpukan itu, tapi takut busuk. Atau, ingin menyibak aroma wangi dari celah timbunan; namun tak kunjung kita temukan. Begitulah antara busuk dan wangi sudah lebur. Kita rasanya tak mampu untuk memastikan dengan benar diantara salah satunya.


Hai, kalian? Apa kabar tahun 2021-mu? Apakah diliputi sumringah, dipenuhi raut muram durja, atau hilang arah? Ah, dirimu tak bersuara...


Hal yang saya ingat betul, pun tidak ada yang betul tunggal. Banyak hal yang telah terjadi, anggap saja kabar yang beredar di jagad maya. Tidak ada media yang tidak memberitakan. Tidak ada channel yang tidak mengupas tuntas. Tidak ada jajaran aparatur negara yang tidak ikut-ikutan. Tidak ada rakyat kecil yang tidak turut merasakan.


Sudah sejak awal tahun, muncul kebijakan untuk vaksin, PPKM, WFH. Kebijakan yang nyata tidak konsisten. Perubahan yang terjadi sawayah-wayah.


Ketika pemerataan distribusi vaksin di awal sejak kabar tersebar, beredar pula kabar hoax, kabar  yang seolah benar namun sulit membenarkannya. Vaksin dianggap mematikan, vaksin seolah-olah menjadi momok bagi masyarakat cilik. Minimnya informasi tak sebanding dengan moncernya suara tetangga yang tidak menyaring informasi tidak jelas sumbernya. Parahnya, tetangga yang menyebarkan informasi hoax hanya berbekal dari tetangga lainnya. +$+-$-&$+$_?&


Seperti itukah kabar di media? Sekali ada isu, semua media mengangkat menjadi headline. Isinya serupa, namun ada saja kabar yang membuat menohok pembaca--rasanya tidak pantas. "Vaksin membuat lumpuh", "Vaksin membuat buta"...


Kesimpulan di atas bisa 100% tepat dan 100% tidak tepat. Ini berlaku, jika dengan syarat, tabayyun. Butuh banyak referensi atau melihat serta mengamati yang terjadi di lapangan. Seperti adanya bukti atau penyebab lain, jika diketahui kondisi pasien yang sudah punya penyakit penyerta, hal ini bisa jadi penyebab kejadian seperti contoh di atas. Jadi bukan kabar yang muncul, dan langsung menyimpulkan (buta, etc). Sebagai masyarakat cerdas, juga bisa diskusi hingga dapat satu kesimpulan. Bukan hanya, satu kali ucap, satu kali dengar kabar,  lalu 1000x mengulang (menekan forward) informasi ke banyak orang. Resah!


PPKM--Masih dirasakan sampai saat ini, level yang ditetapkan atas PPKM begitu peka di ingatan. Saya sering mendengar level 4, 3, 2. Jika di level 2, masyarakat sudah bisa sedikit lega. Karena kegiatan yang sifatnya berjamaah sudah boleh digelar. Asalkan dengan syarat mutlak, tetap dengan protokol kesehatan. Begitu himbauan yang selalu beriringan dalam setiap agenda. Mulai termaktub dalam undangan acara, pamflet di tempat resepsi, atau baliho yang menyambut tamu pejabat.


Tidakkah kabar PPKM yang tersebar akhir-akhir ini, masih membingungkan? Kabar tentang adanya PPKM saat akhir tahun, sehingga sekolah tidak diliburkan. Namun melihat beberapa sekolahan di riwayat status sosial media yang ada, "Libur telah tiba", begitu caption-nya. Beberapa kali tanya singkat melalui pesan WhatsApp, ternyata kebijakan PPKM dicabut dan sekolah diliburkan.


Mudah-mudahan saya saja, yang masih lola dalam menyerap informasi terkini. Perasaan saya turut serta, saat dengar kebijakan tidak ada libur. Otomatis pesantren tetap aktif, "Cukup empati, jika tidak ada libur". Ketika ada kabar lagi, jadi diliburkan, "Lo ko gitu, berubah-ubah ya", perasaan saya mengucap demikian. 


Utas di atas, hanya satu isu saja dari jutaan kejadian sepanjang tahun 2021. Masih seputar balada Covid-19. Kabar lain di kalangan seleb. Tapi, kabar ini masuk ke semua lapisan masyarakat. Termasuk trending yaitu Pernikahan Aurel dan Atta yang langsung disaksikan oleh RI 1. Bayangkan kemegahannya bukan? Bukan perihal megahnya. Imajinasi yang muncul di media adalah rasa geram. Di saat masyarakat sangat butuh bantuan, paceklik karena pandemi telah melanda dua tahun lamanya melihat kabar Bapak RI ikut resepsi, rasane koyo ra pantes. Ujaran nitizen sedikit kejam mengandung kebenaran:) "Opo ora luweh penting nyambangi rakyatmu seng klumparen, Pak?!"


Hingar bingar terus diselenggarakan. Negoro Indonesa duwe gawe. Belum lagi media yang menyoroti, tidak lain adalah pernikahan Lesty-Billar. Kabar bahagia yang bahagianya dirasakan sak dunyo. "Baper lihatnya........", Masih banyak lagi ungkapan hiperbola yang diungkapkan netizen. Satu lagi, kabar bahagia Ria Ricis dan Teuku Ryan. Kabar yang beredar, mereka berdua tanpa pacaran, dipertemukan dan langsung diakadkan. Potret nikah halal wa syar'i bikin semua ingin mengikuti jejaknya, hadehhh. (Kita Aamiinkan ya!)


Girap-girap kabar lumintu. Pikiran semakin kesini semakin tidak sehat. Pikiran bercabang ke semua fenomena yang di luar diri, di luar kendali kita pastinya. Nahas, pikiran kita lupa tanya kabar atau singgah di hati sendiri. "Ada hal yang tidak nyambung, lepas, kosong, seolah tak sadar".


Sempat ada selingan kabar gembira dari Indonesia. Pasangan ganda putri memenangkan ajang bulu tangkis di Olimpiade Tokyo 2020 pada Agustus 2021. Pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu mengharumkan nama Indonesia. Suka cita bangsa Indonesia menyambut puncak keemasan yang lama diidamkan.


(Berlalu, lalu sudah). Kabar yang datang ribuan jumlahnya. Tinggal mana yang mampu menjual rating tertinggi dan tetap sifatnya sementara~~


Beralih pada kabar duka. Beberapa waktu lalu, putra dari Ust. Arifin Ilham meninggal dunia. Banyak ucapan belasungkawa yang mengalir di lini masa akun Twitter atau Instagram. Datang lagi kabar, artis yang pernah trending karena suatu kasus; inisial VA yang meninggal dunia karena kecelakaan lantas di tol. Kabar yang sempat mengundang simpatisan. Melupakan semua kasus yang pernah terjadi, dengan iringan doa yang mudah-mudahan menghantarkan pada kemudahan di alam sana. Aamiin. 


Pilu, juga dirasakan sebagian warga Jawa Barat. Pak H.Oded Walikota Bandung telah dipanggil Allah saat hendak khutbah Jumat. Kabar duka yang diselimuti Alhamdulillah, saat di akhir hayat dalam hal kebajikan.  Khusnul khatimah, Aamiin. Adapula Kiyai PP. Al-Ittifaq; KH. Fuad Affandi juga kembali ke haribaan-Nya. Lahu Al Fatihah...


Kabar pungkasan, kekuatan Gunung Semeru dan Kota Batu juga turut menyemarakkan tahun ini. Banjir lahar, juga banjir bandang menyadarkan banyak orang di sana untuk menyampaikan uluran tangan. Sebagian (harta) milik mereka, telah dibagi dengan hak orang lain yang sedang butuh-butuhnya.



**


Sudah cukup rentetan kisah di atas untuk melengkapi buku akhir tahun. Sekarang saatnya untuk merapihkan. Baik busuk atau wangi kisah itu, ada nilai di dalamnya. Nilai yang tidak murni baik, dan murni buruk. Semua yang terjadi adalah nilai yang terpilih atas subjektif dengan standar baik-buruk setiap pribadi.


Satu tahun ini, bagaimana kabar dari diri saya sendiri? Atau diri kamu pribadi? Atau dari mereka sebenarnya?


Saya terjatuh karena angan yang tidak direstui. Lalu, saya penuh dengan agenda baru yang bisa mengaburkan angan sebelumnya. Ada kegiatan atas  utusan Ibu Nyai. Seminar dan Workshop kurang lebih 6 bulan full time. Dilanjutkan hadirnya santri. Mengajar dan belajar. Diselingi kegiatan apapun sesuai yang diperintahkan. Hingga, saat ini saya masih mengusahakan di akhir bulan dan di ujung tahun. Bagaimana akhir kisah angan yang menyeruak kembali; qobul dalam bentuk seperti apa.


Saya juga punya selingan di tahun 2021. Saya pernah isolasi, masuk jajaran tidak mampu mencium bau. Saya mengkonsumsi obat jumlahnya tak terkira. Jika dikalkulasi ada 4 macam obat. Setiap hari diminum 3 kali, rutinitas minum obat kurang lebih 14 hari. Sudah enggan saya menghitung. Betul, itu sungguh obat terbanyak dan terlama saya konsumsi. 


Saya jadi ingin cerita tentang obat. Di tahun 2021 saya tercatat 3+1 kali minum obat dengan kriteria berbeda tentunya. Kebetulan obat yang saya konsumsi selama dua minggu (cerita di atas) menjadi urutan kedua saya. Yang pertama yaitu, saya cek kesehatan telinga. Otomatis saya harus minum obat. Urutan ketiga minum obat, yaitu saya sakit muntaber. Ini memang penyakit bawaan. Tapi tetap saja menyakitkan. Saya sempat di lab, namun saya bisa pulang dengan mengantongi satu kresek obat. Saya kira cukup tiga kali, katanya kalau tiga adalah sunnah. Tapi benar sunnah, artinya tambah. Hehe. Saat ini adalah kali ke-4, yang terakhir, Aamiin. Saya mengalami psikosis juga lelah. Selepas acara luar kota dan mendapatkan kabar mengejutkan. Saya merasa drop, dalam diri tidak kuasa menguatkan. 


Mau tidak mau, saya dipaksa harus menerima ini.


Kutipan yang tiba-tiba lewat dipikiran saya. Derita di atas itu sepertinya wajar. Tapi akan lebih menyakitkan jika derita itu, derita moral atau sakit akhlaknya. Mungkinkah demikian? Sebab hati rapuh sampai hancur. 


Mari duduk santai lagi, sandarkan punggungmu di kursi kayu yang lapuk itu. Lalu pejamkan matamu. Tidakkah hilang rasa sakitmu?


[Derap bising dalam hampanya ruh, 9.23 p.m]



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton