Rute Termacet Yang Pernah Saya Lewati

Sebagian dari weekday, saya selalu melewati rute Tanah Abang. Saya berangkat dari Ciputat untuk menuju ke lokasi tujuan saya; Masjid Istiqlal.


Perjalanan agar sampai disana kurang lebih 2 jam. For your information, saya pernah ke Istiqlal di hari Hari Raya Idul Adha dan berangkat dari Ciputat sekitar pukul 04.00, ternyata waktu tempuh normal tanpa macet hanya 30 menit. Oh my God. 


Saya hari ini sedang survey independen. Yaitu survey dari pengamatan saya sendiri. Xixi. 


Daerah yang selalu macet yaitu setelah masuk halte Simprug-Senayan sampai ujung mau keluar dari perbatasan jalur kereta di stasiun Palmerah. Pagi ini, tepat pukul 08.05-start kemacetan.


Alasan utama kemacetan ini adalah lampu merah. Saat kereta api lewat, tentu transportasi di jalan raya harus berhenti. Ya iyalah. Hehe. Sementara motor,  mobil, truk, semakin menumpuk dari arah belakang. Begitupun dari arah Menara BNI yang menuju ke Jakarta Selatan. 


15 menit berlalu...


Masih di jalan yang sama, baru melintasi stasiun Palmerah. Info juga nih, Senayan ini adalah tempat DPR-RI, tepat di depan stasiun Palmerah. Selain itu, ada juga halte busway Palmerah. Layaknya daerah perkantoran, pekerja yang menaiki transportasi dari arah Tangerang-Bogor banyak yang turun di sini. Sedikit curhat, jadi kalau sudah melewati Palmerah biasanya saya bisa duduk lega; misal di KRL. 


Sepanjang jalan Senayan itulah daerah kantor DPR. Di sepanjang jalan itu pula letak kemacetan. Sudah tau kan? Kalau demonstran juga manggung di daerah Senayan? Nah di situ itu. Macet, macet, macet jalan macet harapan. Ah mau bikin satire gagal pula. Karena jalan yang sendut-sendut gara-gara sedikit-sedikit ngerem. (Pemborosan kata beu ><)


Saya memandang ke arah depan. Sudah terlihat ujung jalan Senayan (jalur kemacetan). Huh ada bunyi klakson. Semakin tinggi hasrat ingin segera enyah dari jalur hinyai ini. 


Pukul 8.25...


Menunggu giliran bus yang saya tumpangi lolos dari ujian kemacetan pagi. Sebentar lagi melewati rel kereta yang menyebabkan tumpah ruah kendaraan yang tidak bisa diurai, tidak ada jalan pintas. 


Aduh, bus saya berhenti. Tepat sekali waktu ini. Ketika rasa tidak sabar memuncak. "Ayo, ayo, sedikit lagi". Eh, si kereta lewat. Menunggu lagi dan lagi.


...

Senyum supir bus, pengendara mobil pribadi atau gojek, sudah mulai terlihat. Sekarang saatnya menjauh dari jalur yang menguji kesabaran itu.


Tidak ada hari selain berjuang bagi pengguna jalan, khususnya penikmat jalan Senayan. Hehe. Mereka tentu punya tekad kuat dan bermacam-macam motivasi untuk sampai di jalur itu. Apakah mau nyerah dengan macet sedangkan anak lagi sekolah, isteri usaha di rumah? Apakah menyerah, padahal ada asongan yang jualannya jalan kaki, tidakkah lebih-lebih berjuangnya? Apakah saya harus menyerah, sedangkan semua orang juga menikmati kemacetan? Apakah anggota dewan tidak dengar hiruk pikuk di dekat teras tempat ia bekerja? Heee


Jika sesekali mulut menggerutu, mudah-mudahan hati kita tidak mendengar ya. Bisa jadi, hati kita itu tindakan kita. Rasa berjuang yang berat tapi tidak mau meninggalkan (kerja atau rutinitas masing-masing). Semoga (pula) gerutuan itu sementara. Syukur-syukur, bisa berkurang. Karena hal yang sementara bukanlah selamanya. Eaa


Lupa tidak melihat arloji saat berhasil melewati rel, lolos dari macet. 'Begitu ya kesenangan, tidak diperhatikan'. Beda lagi kalau sedang macet, ga ada jeda tengok-tengok jam. Melihat menit demi menit yang berlalu. Giliran sudah lancar jalannya, boro-boro lihat jam. Rasa gemes pas macet saja, tidak ada bekasnya. Lupa tadi kalau sempat menggerutu. 


Masih ada macet dikit. (Karena rame. Jadi bisa disebut macet part 2. Hehe). Entah ini jalur mana. Yang pasti ini daerah Tanah Abang. Perkiraanku yang menuju ke arah Tugu Tani. 


Apa penyebabnya? Lampu merah lagi gais. Apalagi jalannya ini adalah singgungan dari beberapa arah. Jadi gantian dong.


Cukup inpo-inpo pagi ini. Yuk, bangun resilien saat macet menghampiri atau saat kita jemput kemacetan itu. Seperti uji coba saya menikmati macet ini. Jarang-jarang saya menikmatinya. 


Rasa syukur di pagi ini. Akhirnya saya tau dimana letak kesadaran dan ketidaksadaran saya. Biasanya saya tidur dari Pondok Pinang dan bangun di Senayan. Tapi pagi ini tidak. Walhasil, tulisan ini adalah transformasi dari 'kemelekan' mata saya. Huahah


Waktu menunjukkan pukul 8.49. Kelas saya masuk pukul 9.00. Mudah-mudahan bus kami sampai tepat waktu dan kami tidak telat masuk kelas.


Selamat hari Senin. Semoga diliputi kesehatan dimanapun kita berada.😊


Sepanjang jalan dan selama 2 jam perjalanan, 2 paragraf (baru) kubaca. Wkwk. Alhamdulillah ye. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton