Hati Menulis: Ehh.. Gambarnya Manis
Semenjak satu tahun ini (2018/2019), Aku terlanjur sibuk dengan
tangan dan lisanku. Bukan (sibuk) untuk menggoreskan tinta pena, atau mengetik
lalu mempresentasikan hasil karyaku. Tapi untuk membuktikan apa yang bisa Aku
lakukan. Dan Aku rindu menulis seperti sedia kala, Aku menulis ketika menjadi
redaktur yang bisa meliput kegiatan (event), lalu Aku merangkum kegiatan
itu dalam tulisan, dan suatu kepuasan jika bisa di-post di website.
(18 Jan 2019)
Membuka kembali, enam bulan kemudian.. (19 Jul 2019)
Terkadang Aku tak percaya dengan diriku sendiri. Hanya mencari
kambing hitam saja ketika Aku tidak bisa menggoreskan rasa dengan tinta pena atau
dalam teks (ketik). Paragraf pertama itu, menyatakan apa yang Aku rasakan dahulu,
rasa penyesalan yang tidak menuai tindakan. Benar-benar, Aku melulu dalam rasa
dan tidak mampu untuk menuangkan dalam kata, sekedar untuk diam, duduk, menulis
ataupun mengetik. Tapi hanya sepenggal-sepenggal saja Aku mencoba menuliskan
setiap rasa. Harapanku, sepenggal tulisan itu bisa kubuka di kemudian hari dan
aku selesaikan (menjadi satu tulisan utuh).
Kurang lebih enam bulan berlalu, sekarang Aku mencoba membuka
memori itu. Aku akan menuliskan dan menuntaskan, lalu aku mengarsipkan dalam
blog pribadiku. Sungguh menuntaskan sesuatu yang pernah Aku (Kita) mulai itu
bukan hal yang mudah. Harus membuat (tulisan) ini sebagai suatu kisah yang
pantas untuk kubuka setiap saat, dan menghadirkan diriku sebagai suatu tindakan
dengan segenap rasa.
Menulis adalah hidupku. “Selama hidup, aku akan menulis”, kata
(rasa)ku. Itu yang menjadikan rasa dan pikiranku berproses, menerjemah setiap
rasa, rahmah, dan karunia Allah. Aku pernah merenung dan renungan itu menjadi
bibit dalam pikiran yang kutanam, (yaitu) “Untuk apa? Jika tidak menulis.
Semua orang bisa merasakaan, melakukan (pengalaman hidup) dengan tindakan. Tapi
tidak semua bisa menuangkan dalam kisah (tulisan). Sebenarnya memang tidak
harus menulis. Tapi, bagiku menulis dan mengisahkan (diri) harus dan pasti.
Dengan karya, Aku hidup. Akupun pernah mendapati tulisan, ‘Menulis adalah yang
menjadikan pikiran ini terkuras, sama halnya pekerjaan yang berat’. Menulis
membuat organ tubuhku terasah, dan mau tidak mau harus membaca (literatur pun lingkungan
sekitar)”, dialog antara hati dan pikiranku.
Sebuah kutipan dari Putut EA, “Menulis itu harus diselesaikan, menjadi
suatu pekerjaan yang tuntas (satu tulisan/karya utuh). Jika tidak menyelesaikan
sebuah tulisan, maka orang itu memiliki kebiasaan lari dari tanggung jawab
dalam kehidupannya.” Sepenggal paragraf yang menjadi cambukan keras bagiku.
Aku menulis, seberapapun kata, kalimat atau batas minimal paragraf dalam suatu tulisan/karya,
asalkan itu beres dan utuh. Hal itu yang memacuku, menjadi bekalku, untuk selalu
berusaha menulis dan menulis. Aku juga mendapati sepenggal kalimat dalam kitab Al-Hikam,
“Sejatinya hidup adalah perjuangan, dan itu sensara”. Aku
mengaplikasikan kutipan itu dalam (membuat) tulisan. Jadi, hidup itu selalu
berkarya, walaupun banyak tantangan. Mungkin perjuanganku dengan washilah
tulisan.
Semoga Aku dan Kita selalu dalam rahmah Allah di dunia sampai
akhirat. Aamiin
Lewat secarik tulisan, kusampaikan...
Pesan dari Putut EA,“Menulislah, yakini tulisanmu bagus. Orang
lain menganggap sebaliknya tidak apa-apa. Yang terpenting kita puas dengan
tulisan kita sendiri.” Dikorelasikan dengan ungkapan sastrawan (salah satu
panutan penulis, Madno Wanakuncoro), “Jangan sok PD, kalau tulisanmu dibaca
orang lain.” Ada tambahan dari Aku, “Menulis untuk kepuasan diri sendiri
dan kebaikan diri kita.”
Sania, Hanna, Lulu sedang di Walk Around City Hall Bandung |
Aku sedang merintis suatu karya jangka panjang, semoga hashil
maqsud. Pangestune teman-temanJ. Terkhusus gambar pendukung tulisan ini, adalah untuk
pemanis. Sesuai, kan??? Manis dilihat? Ahh sudahlah.. “Rawatlah Pertemanan yang
Ada,” pesan Aku. Hihi..
Komentar
Posting Komentar