‘Mengabdi’, Janjiku Pertama Kali


           Tidak ada yang beda dengan sowanku sebelumnya dengan sowan kali ini. Seperti biasa, mengunjungi pondok terlebih meminta doa restu Umi’, Mama, dan Umma. Namun kali ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. Ya, itu saja bedanya. Aku, Firda, Umi, dan Anis, berempat berkunjung ke pondok dan tidak menginap. Padahal pinta Umi’, menginap. Tapi kita berani bilang ‘tidak’, hanya karena acara buka bersama kelas. Tapi mau bagaimana, itu (buka bersama) sama halnya janji yang sudah diungkapkan dan harus ditepati. 

Aku, Mama, Umi', Umay, Firda
Setelah selesai sowan kita pamit pulang. Ada satu pesan,
            “Kalau ke pondok, tidak usah bawa-bawa ya (membawa buah tangan). Kesini, ya kesini saja. Tidak usah iuran untuk beli barang bawaan. Biasanya juga nginep” jelas Umi’
            “Nggih Umi’, hehe,” jawab kita berempat.

            Jika ada Ramadhan, InsyaAllah berjumpa dengan Syawal (Lebaran). Aku dan teman-teman, tidak lain Firda & Umi. Bertiga wae dah. Kita berkunjung lagi ke pondok. Halal bi halal, meminta maaf, dan nginap pondok. Seperti biasa, ke Umi’ terlebih dahulu, dilanjut ke ndalem atas, menemui Mama. Tapi Umma tidak terlihat kala itu.

            Ketika bertemu Mama, cukup lama. Karena yang disampaikan begitu berat,terasa lama sekali kita menghadap, yang pikir kita ya tidak berbeda sepeti biasanya, salim dan ditanyai seputar kuliah. Kali ini yang Mama sampaikan sangat mengena di hatiku. Diriku ini yang sangat dibantu, dan seperti mendapat syafaat ketika mondok di sana. Ungkapan itu tidak lain, pesan atau mengingatkan janjiku, untuk mengabdi nanti.
            “Nanti balik ke pondok ya Mbak. Nguri-nguri pondok. Kesini ndak cuma sowan aja, ditanya kabar, kuliah, dan ngasih undangan (nikah). Sekali-kali bawa program. Berbagi dengan santri-santri. Dengan keterbatasan Umi’, Mama, Baba, tidak bisa memberi lebih kepada santri. Saatnya mbak-mbak ini. Dengan ilmu yang sudah didapat dari kuliah, bisa di-share ke adek-adek. Saya kira, pengasuh sangat senang, kalau alumni masih peduli dengan pondoknya, balik ke pondok. Adanya alumni yang membawa gebrakan, sangat membantu pengasuh untuk mengembangkan pondok kita bersama ini. Semoga bisa meneruskan perjuangan Abah Amin. Terutama santri PBSB, santri yang mendapat beasiswa, yang nantinya mengabdi sesuai janjinya. Terlepas dari PBSB, ya ada tanggung jawab moral bagi alumni pondok. Sebagai alumni, yang pernah menimba ilmu, dan bisa show on berkat bekal dari pondok. Ya ‘mbok’ ada apa gitu, yang bisa diberi untuk pondok,” Mama menjelaskan panjang lebar.

            Sudah padat dan jelas pesan di atas. Mau tidak mau, dan memang janjiku pertama kali, mengabdi setelah lulus S1.  Aku bisa seperti ini, tidak lain adalah dukungan, arahan, dan bantuan dari pondok, tokoh-tokoh atau sosok yang berjasa sekali, Umi, Mama, Umma, Bunda, Abah, dan semua. Terlepas dari ungkapan yang terkesan meminta (dari Mama). Tapi, aku harus sadar diri, sebagai santri, manusia sejatinya. Bukan apa yang aku dapat, tapi apa yang bisa aku lakukan dan berikan. “Ingat, itu janjiku dulu, komitmen yang harus aku jalani, konsekuensi yang harus aku tanggung karena pilihan yang sudah aku putuskan,” tekadku dalam hati.

            “Jalani aja, dengan ikhlas”, kata Yek hay. Intinya, berangkat dari niat dan kesungguhan kita. “InsyaAllah aku kembali, dan izinkan aku menjalani ini dahulu. Aku siapkan diri dulu. Sebelum nanti aku mempertanggung jawabkan dan menepati janjiku. Bismillahirrahmanirrahim”, niatku mantap.


[12 Juni 2019]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton