Santri yang Berilmu: Alon-alon Maju!
Aku mendapati ucapan (petuah) Ustadz Fahmi, saat mengaji di pesantren Al-Wafa Bandung
“Seorang muslim, yang berilmu, berpengetahuan (dituturkan pada para
santri), harus berani maju. Dalam menyampaikan risalah atau pengetahuan
tersebut. Bukan mundur dan diam, sedangkan ada golongan yang memiliki satu
tujuan, untuk memenangkan golongan (politik/kekuasaan), sedangkan ilmunya belum
mendalam, sudah mengoarkan dan bisa membius khalayak ramai”, tutur Ustadz Fami
(kurang-lebih). Ilmu pengetahuan, intelektual adalah alat untuk memahami, dan
menjalankan Islam dengan pas. Dapat menyikapi fenomena dengan ilmu, bukan dengan
suatu tujuan dari pihak tertentu. Selayaknya yang dituturkan oleh Islam, Islam
adalah untuk seluruh alam, Islam (menuju, mengetahui Allah harus dengan ilmu).
Jika dihubungkan dengan fenomena orang yang tahu tapi diam. Hal ini
dalam kondisi tertentu, kurang tepat. Karena harus ada yang meluruskan. Mungkin
mengambil alih dari diri sendiri dahulu. “Mengetahui sesuatu, tahu kondisi,
dan harus menyampaikan pesan, dengan tujuan kemaslahatan, berarti harus maju,
dengan niat yang lurus, tulus, Allah yang meliputi), meskipun nanti dianggap
‘keliru’ atau ‘kalah’.” Berbeda jika orang yang berbicara dengan niat yang
kurang tepat, hanya untuk diri, golongan, dari hal ini saja sudah kurang
tetapt.
Jadi setiap orang harus menjadi peyampai, jika
1.
Belajar
dan berilmu
2.
Berniat
tulus
3.
Sampaikan
untuk mashlahah
Untuk hal yang radikal, Ustadz Fahmi mencontohkan seseorang yang
mengoarkan hadis dan Al-Qur’an tapi mereka tidak belajar (tentang) itu. Jadi
seperti ada syarat yang belum dipenuhi, yaitu belajar, dan ditambah jika punya
tujuan lain. Seperti yang dikutip Nasr, setiap orang yang telah (belajar)
berpengetahuan adalah memiliki tanggung jawab atas ilmu tersebut. Menjaga, membagi
dengan yang lain, dan membantu untuk sesama umat—demikian adalah tujuan orang
yang berilmu. Dan Nasr juga mengungkapkan, betapa pentingnya menjadi manusia
yang berpengetahuan, mendayakan intelektual diri, untuk menyibak kuasa Allah.
Maka sungguh luas sekali ilmu Allah. Sama sekali tidak sempit, dan hanya berat
dengan satu pihak. Bukan demikian. Allah melarang untuk menuju kemungkaran,
tapi juga Allah tidak menyukai penindasan terhadap orang yang berlaku
kemugkaran (tapi dengan suatu sebab). Mengerti ini, tidak sekedar pada hal yang
salah dan benar. Akan tetapi menerima, mempelajari, mengetahui suatu hal dengan
bijak (hikmah).
Berislam adalah Berpengetahuan. Belajar luas, dan pasti tidak mampu
menggapai, luas-Nya Allah. Sehingga tidak berhak jika kita menyalahkan satu
pihak, dan membenarkan diri yang masih sempit pengetahuan. Semua berawal dari
diri, belajar, berniat, melakukan. Begitu seterusnya. Saatnya Santri Harus
Maju!
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billah...
Komentar
Posting Komentar