Ucapan Terimakasih

Tidakkah terpikirkan, "Ilmu yang saya peroleh ketika di bangku kuliah, bermanfaat atau tidak ya?  bisa diterapkan di keseharian?"

Pertanyaan itu tidak dapat saya hindari. Di saat memutar ulang waktu, melihat jurusan saya yang sangat tidak diragukan lagi kebermanfaatan untuk diri saya pribadi. Tapi, jujur ketika harus masuk formalitas "profesi" begitu abstrak. Ketika berbicara psikologi, sedikit banyak tahu. Namun tidak bisa melanjutkan jenjang S2 Psikologi untuk mendapat sertifikasi seorang psikolog. Karena tidak lain adalah, harus linear dengan S1 (psikologi juga).

Selain itu, juga dibekali dengan terapi. Terapi dasar dan belum bisa untuk membuka praktik. Karena apa? Seorang terapis yang membuka panti pengobatan harus memiliki sertifikat juga. Darimana? Dari pelatihan tentunya. Pelatihan yang tersertifikasi dan harus memenuhi ratusan jam untuk bisa secara formal disebut terapis.

Kalau kuliah S1 saja? Mana bisa, eh. 

Tapi pasti ada hikmahnya, iye kan? Ilmu baru, dan juga senantiasa diulang-ulang; setuju jika semua orientasi hidup adalah menuju-Nya. Jika sedang mendapati masalah atau penyakit, pelabuhan akhir bukannya pasrah (tawakkal) kepada  Allah setelah ikhtiyar penuh?.

Kebimbangan itu cukup menjadi hal lumrah saja ya! Semenjak awal kuliah sudah diyakinkan dengan kebermanfaatan beserta resiko kedepannya. 

Saya berbagi pengalaman saja:)

Seperti yang saya bilang di awal. Bahwa jurusan saya sangat bermanfaat untuk pribadi. Mencoba untuk mengenali diri, baik kiranya menyelami jurusan T&P. Sedikit banyak memengaruhi cara berpikir saya. 

Diri sendiri cukup bahkan luber (tumpe-tumpe) dengan segala keinginan dan harapan. Namun di sisi lain teringat entah dari dosen, buku, lebih-lebih Buya kami (M.N Kamba) Allahu yarham. Bahwa setiap orang harus bahkan dituntut untuk aktif di lingkungan sosial atau mengikuti arus (bisa, dalam praktik 'meniti karir'). Namun dasar atau pijakan dalam diri ini yang menjadi tonggak, Ada Allah yang men-tawally setiap diri hamba. Sudah lebih awal Allah mewakilkan Diri pada setiap hamba. Tak perlu risau.

Bisa dikatakan 'Pinter ngegas dan ngerem', pernah juga berdiskusi dengan teman, 'Besar keinginan namun juga pasrah'. (Yakin juga, praktik itu tidak mudah layaknya kalimat yang tertulis ini). 

Teringat lagi dalam Islam Mazhab Cinta (Mukti Ali) memang Tasawuf bersifat subjektif. Siapa yang merasakan dan tidak selamanya dapat diutarakan. Kembali pada subjektif, bermakna bergantung pada masing-masing diri, pasti (pengalaman) berbeda. 

(Membekali apapun untuk menuai apapun jua, adalah ilmu)

Saatnya beralih pada sisi Psikoterapi (Terapi)

Psikoterapi bisa diistilahkan sebagai pengobatan jiwa (bersifat ruhani). Pantas saja jika dikaitkan dengan Tasawuf. Pengobatan jiwa dengan cara membersihkan (penyakit) jiwa (red-penyakit hati). 

Dalam pengajarannya, apapun terapinya, mengembalikan (sumber kesembuhan) adalah Allah. Adapun sumber menyebutkan adalah metode tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).

(Memahami inipun tidak instan, seperti tahu bulad yang digoreng dadakan. Lagi, ilmu dan izin Allah)

Realitas saat ini, saya bersyukur dengan bekal dari jurusan. Saya sebut adalah Terapi Pijat Refleksi. Salah satu teknik, untuk memanjakan diri (merawat diri; demikian arti terapi). Teknik yang saya kira, sangat ramah untuk keluarga. Bisa dipraktikkan, apalagi kepada orang tua. Setelah seharian kerja, atau karena faktor U. Paling enak memang dipijat. (Tidak terpungkiri anak muda juga suka. Mungkin lebih gaul saja istilahnya, 'spa') haha.

Cerita pengabdian, juga tidak lepas dari bekal Pijat Refleksi ini. Agenda rutin, ketika Bu Nyai ngersaaken terapi (pijat ehe), tidak ada respon lain selain siap. 

Berkah, Aamiin (Ciri Khas Sekretaris Jurusan, Bapak Cucu. Semoga senantiasa diliputi keberkahan dalam hidup beliau, Aamiin).

Ulasan yang Terlalu Luas Ya! 

Terimakasih penuh, saya ucapkan kepada jurusan yang pernah saya tekuni. Tanpa bekal dari situ, saya akan bingung berbuat apa (mungkin) ketika dalam fase pengabdian. Juga, menjadikan diri PD bermimpi dengan pasrah yang tak terkira huwa. Gimana itu? Ngoyo dengan Nyerah Bersamaan. Bingung? Sama😁

Dari jurusan T&P bisa melanjutkan ke jenjang mana saja, bermanfaat untuk siapa saja. Kuliah lagi, S2. Atau mau ambil kursus terapi juga bisa. Ada yang mengabdi dulu juga bisa. Apapun, tetap diusahakan. Insyaallah, ada waktu dimana apa yang pernah diperoleh, bermanfaat untuk sekarang atau nanti. Jika menemui kebimbangan dan ujian. "Semoga Kuat Ya!"

Ditutup dengan pesan Abuya saja ya. 

Zuhud itu bukan tidak punya apa-apa (harta misal), juga uzlah (mengasingkan diri) dari hingar bingar zaman. Melainkan, harus 'kaya' (usaha) tapi tahu 'kaya' itu dibawa kemana (jajan bareng-bareng misal, tidak rela ada yang lapar diantara kita). Atau juga, diibaratkan orang yang punya gawai canggih (smartphone), "Setiap diri harus punya smartphone. Ingat! Diri bukan digenggam (dikuasai) smartphone, tapi smartphone itu dalam genggaman kita. Berusaha tidak diperbudak smartphone, melainkan tahu smartphone ini digunakan untuk apa dan sebaik-baiknya). Dari T&P fit for all, Wealahhh


Tasawuf dan Psikoterapi, Best Major😚



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton