Bapak Seneng-Seneng Bapak

Bapak malam ini pergi memperingati Haul. Singkat cerita Bapak pergi pengajian ke Surabaya. Bapak sangat senang. Saya tau, karena Bapak sudah cerita di awal bulan, kalau berniat ingin hurmat acara tersebut. Selain itu, Bapak setiap hari tidak pernah absen menyimak pengajian rutinannya secara maya melalui radio (jika tidak salah namanya pengajian Al-Fitrah).

Pendapat saya tentang Bapak, juga dikuatkan Ibu. "Alhamdulillah Bapak bisa berangkat ke acara yang sudah lama diinginkan", tutur Ibu lewat telpon.

Di telpon "video call" itu, kami bareng-bareng dada (melambaikan tangan) ke Bapak. Kami tentu sangat seneng, kalau Bapak juga seneng. Kayak apa saja ya, dada-dada. Ya ga kayak apa-apa. Layaknya saya pamitan pas mau balik ke Jakarta. Saya juga di-dada Ibu-Adik-Mbak. Bapak juga ikut mendapat dada-dada, soalnya Bapak nganterin saya ke pull bus😚😄

**

Sebelum balik ke Jakarta terakhir kemarin, saya punya cerita bareng Bapak. Saya diantar Bapak ke Optik untuk cari frame. Ya, frame kacamata yang baru tiga bulan kebelakang sudah tak terselamatkan karena ulah saya yang sedikit gesrek. Alhamdulillah eh, ~jadi ganti~.

Perjalanan bersama Bapak, menurut saya istimewa. Tapi saya baru menyadarinya pas usia dewasa. Saya ingat betul di awal kuliah S1. Saya pertama kali dipeluk Bapak pas udah gede. Tepat saat saya pamit ke Bandung.

Dari situ, memori bersama Bapak sebelum-sebelumnya terekam kembali. (Rapot MI, SMP, Aliyah, Pesantren tidak diterima siapapun, kecuali tangan Bapak. Masih banyak cerita, yang kalau diingat-ingat semua kasih sayangnya tak terbilang-terucap secara lisan).

Saya dulu takut, kalau Bapak sudah melarang atau sekali (yang saya ingat) membentak. Saya punya ingatan itu sejak kecil, sebelum sekolah sampai sekarang. Nyatanya, ini di satu sisi. Akan tetapi, begitu banyak sisi lain yang muncul setelah saya tumbuh dewasa. Mungkin memori indah yang saya ingat sebatas di jenjang pendidikan. Tapi, saya yakin kasih sayangnya sudah sejak dulu, jauh sebelum masa-masa sekolah saya. 

Saya sayang Bapak. Sangat sayang. Sebelum saya membahas atau mendapat pelajaran tentang kesamaan dan perbedaan sifat atau peran laki-laki-perempuan. Saya murni tau bagaimana Bapak juga Ibu dalam memainkan perannya. Semua kasih sayang dari mereka tak terbilang. Sekalipun ada sisi keras Bapak, tapi kasih sayangnya tetap melingkupi semua sisinya. 

**

Bapak,
Cerita ke optik terputus. 
Setelah dari optik,


Saya sering jalan bersama Bapak. Saya mengakui, saya dekat dengan Bapak. Penuturan Mbak juga sama, tentang saya nyaman dengan Bapak. Mbak berucap demikian, bisa karena seringnya saya komunikasi dengan Bapak. Sedangkan Mbak lebih terbuka dengan Ibu.

Jalan-jalan terakhir kemarin, sangat membekas dan saya baru sadar. Setelah dari optik, saya menawari Bapak membeli sesuatu-jajan atau apa yang ia suka. Seperti biasanya, Bapak diam. Ditanya kedua kali, "Sembarang". Bapak bukan tipe neko-neko; khususnya jajan atau makanan, lebih tepatnya diajak njajan

Akhirnya, saya memutuskan mengajak Bapak makan bakso. Bapak menyetujuinya. Saya bercerita sekilas tentang tempat itu pada Bapak. Tempat makan bakso itu pernah saya kunjungi sewaktu SMP. Saya ditraktir Pak Rofiq, pembimbing saya lomba OSN IPS. Bapak tidak bertanya dan langsung memposisikan motor di tempat parkir.

"Bapak, mau bungkus berapa?"
"Kalau dibungkus, nanti baksonya ga dingin?"

Pertanyaan Bapak samadengan Jawabanku. Akhirnya saya pernah mengulangi rasa bakso sepuluh tahun lalu. Hanya saja dulu saya bersama Pak Guru, sekarang saya sama Bapakku.


Hati-hati Bapak, apakah harus menunggu dewasa untuk memahami kasih sayangmu? 

Asli wenak, Bakso Urat-Samping Rutan Jepara


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton