Buya Nursamad Kamba Memandang 'Niat' dalam Diri Seorang Hamba

Awalnya, saya berpikir tengah-tengah setelah menekuni atau masuk dalam lingkar tasawuf. Berawal dari jurusan Tasawuf Psikoterapi. Saya meyakini bahwa kebaikan keburukan adalah absurd. Dalam arti, tidak ada yang tahu pasti tentang baik-buruk akan suatu hal. Namun pikiran kerdil saya, terjawab setelah membaca buku Buya Kamba, Kids Zaman Now.

Memosisikan Niat dalam Konteks Tauhid (halaman 158-171)

Niat adalah akar atau tonggak dari segala perbuatan. Sehingga bisa disebut, bahwa niat merupakan penentu aksi atau tindakan nyata selanjutnya. "Perbuatan apapun bergantung niatnya", seringkali menjumpai kalimat itu. Niat--kembali kepada pribadi masing-masing, pribadi seorang hamba. Lantas blunder, lagi-lagi subjektif, menurut diri seseorang baik maka berlaku baik, namun belum tentu 'baik tersebut' sesuai pandangan orang lain atau kebanyakan orang. 

Dari statement awal yang rancu, hemat penulis: setiap orang sekiranya perlu, atau berkenan membaca salah satu referensi untuk membekali diri, akan prinsip "Niat dan Diri, Nilai Baik dan Buruk". Imam Junaid dalam buku Kids Zaman Now, menjelaskan adanya 3 hal kecenderungan (al-khawatir: kesan kecenderungan pada pikiran) yang terdapat dalam diri manusia. 1) Kecenderungan Biologis, 2) Kecenderungan Jahat, dan 3) Kecenderungan Baik. Disebutkan bahwa kecenderungan biologis, diantarnya adalah makan, minum, nafsu. Kecenderungan biologis adalah wajar, namun juga akan tumpang tindih dengan kecenderungan jahat, menjadikan tidak wajar; makan  ishraf atau berlebihan, kejahatan kemanusiaan karena nafsu diri). Kecenderungan jahat akan bisa digambarkan dengan kecenderungan baik. Dicontohkan, berpuasa (baik). Ada panggilan dalam diri (kecenderungan baik) untuk melakukan puasa, namun di satu waktu akan muncul pikiran, boleh tidak melakukan puasa karena keadaan diri terpaksa (timbul kecenderungan jahat). Padahal Allah memerintahkan melakukan segala sesuatu (ibadah) dengan sukarela. Harus diketahui, bahwa ketika ada panggilan baik selayaknya sikap yang diambil adalah menuruti kecenderungan baik itu tadi. Sebelum didahului dan menyetujui kecenderungan buruk. "Kecenderungan baik, atau panggilan nurani, tidak ada pengulangan kedua kali", Kids Zaman Now. Dari kecenderungan dalam pikiran inilah, yang akan mengkonstruksi niat seorang hamba, "Mau dibawa kemanakah diri, dalam berniat-red: bertindak."

Berangkat ke taraf (pembahasan) selanjutnya. Yaitu Ketulusan dan Kejujuran. Niat dalam diri seorang hamba, harus kembali kepada nilai tauhid tersebut. Tulus dan jujur menjalankan segala perintah, bukan berdasarkan imbalan yang dijanjikan Allah atau ancaman yang akan diberikan Allah ketika tidak menjalankan perintah-Nya. Namun ketika melakukan hal apapun, adalah Allah yang berada di dalam (menyelubungi keseluruhan), karena dan atau berlandaskan 'Tangan' Allah. Yang berbuat bukan diri, melainkan Allah. Meniadakan diri, maka yang muncul disitu hanyalah Allah. Ketika Allah memberi rahmat, nikmat, anugrah adalah hak otoritas Allah. Bukan perkara imbalan hamba setelah melakukan amal baik atau ibadah. 

**

Kecenderungan baik, biarkan menjadi patokan (niat) hamba untuk berbuat. Menjadikan dasar, agar terealisasikan dalam amal dan akhlak. Pastikan dalam diri, niat memiliki inti tulus dan jujur, bukan untuk selain-Nya. Allah yang mengambil alih (tawally) dan segala yang dianggap sebagai kecenderungan baik, adalah Allah yang menjalankan. Tetap waspada dalam diri bahwa ketika mampu melaksanakan kebaikan atau suatu hal, akan muncul godaan selanjutnya. Tidaklah mungkin kecenderungan baik, tanpa ada tantangan atau setan (kecenderungan jahat). Sehingga kesombongan atau riya', yang akan merusak kecenderungan baik dalam diri (niat), selalu membersamai (bersamaan di waktu itu juga). Oleh karena itu, biarkanlah diri selalu menjalankan perintah, dan selalu dibarengi dengan ancaman rasa bangga diri (merusak diri), sampai akhirnya diri ini selalu tersadar dan menyandarkan bahwa segalanya adalah Allah. Tidak ada rupa, wujud segala anggapan dari dalam diri sekalipun kecenderungan baik. Serta tahu bahwa diri ini mudah sekali tergoda dengan godaan sombong, riya'. Sehingga yang ada adalah Allah, dan diri ini lupa dengan diri sendiri. Cukup Allah. Diri tanpa ke-aku-an (ego), diri menyerah, bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang berkehendak pun bertindak.

Suatu keharusan memiliki kecenderungan dalam pikiran, untuk menuntun diri dalam berniat (bertindak). Dengan memelihara kesadaran, bahwa kecenderungan (biologis, jahat, dan baik) adalah saling tumpang tindih. Berakhir, pada "Kenyataan yang Paripurna, adalah kuasa-Nya. Antara kecenderungan baik (niat/laku baik), sama sekali tidak ada keterkaitan dengan Rahmah Allah. Namun akan tetap terkait, jika Tulus-Jujur dalam menuju Allah, dalam wujud segala tindakan manusia/hamba. 

*Tulus dan Jujur dalam bertauhid, Hanya karena Allah, dan dari dalam diri yang ada hanya Allah tiada yang lain.

Kids Zaman Now, buku yang selalu terbaharu, berulangkali mengulang ada saja hal baru yang didapat, dan selalu lupa dengan apa yang didapat sebelumnya. Wallahu a'lam... tidak berdayanya diri, sama sekali!

Tombo Kangen tur Tombo Ati
 

Alfatihah, Buya Nursamad Kamba Allahu Yarham

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton