Sebisanya, Apapun #Day 24

28 Juli 2020

Di ndalem atas sedang sibuk dengan oven, perabot dapur serba lux, dan bau yang sedap (butter, coklat, serba kue & roti). Sedangkan di ndalem bawah, dekat koperasi, beberapa santriwati geleput (berkutat) dengan tanah kering yang nempel di kulit kacang. Tiga orang, salah satunya saya menunaikan utusan Umik untuk ngupas kulit kacang (luar). Sepertinya kacang se-plastik besar itu kiriman seseorang. Umik memang sering dapat kiriman, bahan-bahan pokok, hasil tani; kelapa, singkong, dan termasuk kacang tanah.

Dengan arahan Umik, agar beberapa santriwati ngupas kulit kacang dan bisa selesai dengan waktu singkat. Kurang lebih dua hari. Di hari sebelumnya, dari jam 4.00 a.m sampai adzan maghrib, dan masih bersisa sedikit. Dilanjutkan hari esoknya.

"Melalukan apapun, yang dibisa dan mau. Ini adalah salah beberapa dari ciri pengabdian. Bukan perihal memberikan atau membuat terobosan, tapi dari mulai yang demikian (sama mulia), memenuhi panggilan, membantu, di dalamnya mengandung nilai mengabdikan diri", bela saya sendiri.

Dan di hari itu, hari dilema. Dilema akan kepulangan hari besok (9 Dzulhijjah). Saya ragu untuk pulang, tapi juga ingin. Ingin, karena saya kira ini tahap pertama yang harus di jeda. Ada wisuda, dan rencana kepergian saya ke Bandung mengambil barang. Saya membayangkan hal itu segera terwujud. Tapi, nurani saya masih menggoda. Bahwa, sebenarnya tidak hal itu saja. Terpikirkan untuk tidak pulang. Ketika waktu orang pulang, dan saya bertahan. Seperti itulah pengabdian. Saya berubah pikiran, yang awalnya pulang. Lantas memutuskan untuk tidak. 

"Saya disini, ketika orang ndalem pergi, saya mencoba mengabdikan diri menjaga rumah ini dan pondok. Dan satu alasan dasar, saya ingin menemani teman pondok, Si Bait", inspirasi yang tidak jauh beda dengan inspirasi lain, yaitu datang ketika di kamar mandi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton