Apasih yang Bisa dibuat Pelajaran dari Sidang (Online) Lalu?

Sidang munaqosyah atau sidang skripsi tahun 2020 sedikit berbeda. Sidang yang biasanya memunculkan sensasi deg-deg(an) gara-gara harus presentasi dan bertanggung jawab atas tulisannya dihadapan penguji secara langsung. Tapi tahun 2020 adalah tahun bersejarah, khususnya yang dialami penulis atau mahasiswa lain, yang mungkin senasib.

Saat ini, “Serba Online”, termasuk Sidang Skripsi. Fenomena ini terbingkai apik dalam galeri Covid-19 yang singgah di Indonesia. Banyak hal yang ‘sepertinya’ berubah di saat pandemi seperti ini (teman-teman mungkin sudah dengan pengalamannya masing-masing)...

Sidang online, tetap ada rasa deg-degan, dan menyiapkan segalanya dengan matang. Awalnya, berpikiran, ‘lebih santai’. Tapi tidak dengan mahasiswa yang diuji dengan dosen killer dan analitis. Sehingga tingkat keseriusan belajar sekalipun sidang online tetap harus on air. Selain itu, tidak terbayang momen seperti ini dilakukan di rumah. Ibuk, Bapak, Mbah, Lik, Adik, Mbak, melihatnya. Ujian atau sidang jelas berbeda dengan main-main. Tapi beda tipis, untuk momen kali ini. Terlihat serius dihadapan ponsel android, layaknya main game (padahal ga pernah nge-game, uh sia-sia hidup ya? wkwk). Alhamdulillah lagi, sebelumnya ada pengalaman sidang online—sidang komprehensif, sehingga tidak kaget-kaget amat.

Semua hal ada sisi positif dan negatif, atau ketika sidang seperti ini bisa disebut yang menguntungkan dan merugikan menurut mahasiswa. Sidang online atau offline memiliki tantangan dan effort (usaha) masing-masing, yang bisa dibuat perbandingan, tapi bukan menentukan yang lebih unggul. Mungkin, ketika offline, mahasiswa harus menatap wajah dosen langsung, bahkan bisa membuat bibir gemetar saat menjawab pertanyaan. Adapun ketika online, sebagai contoh adalah kendala jaringan, yang membuat terputus tiga kali—otomatis mengulang penjelasan. Bukankah itu juga tantangan? Ada beberapa hal lain, yang termasuk kedalam rentetan yang menguji kesabaran. Seperti, ketika bimbingan online-menunggu dosen membalas chat, dianggap dosen tidak sopan karena dosen membaca chat dengan intonasi yang berbeda dari chat yang dikirim oleh mahasiswa, dan banyak lagi.

Adakah hikmahnya? Tentu banyak. Dari mulai pengalaman baru, atau yang telah disebutkan oleh penulis sebelumnya. Bagaimana orang tua yang melihat langsung usaha anaknya, dan semangat serta doa yang tiada henti, bahkan terucap langsung dari bibir mereka, dan anaknya melihat itu dengan mata kepala. Yang mungkin, tidak akan disaksikan ketika berjuang di tanah rantau—jauh dari mereka.

“Jebul cuma jalan yang hanya akan kita lewati saja”, begitu tutur Mbah Sudjiwo Tedjo. Sidang online, ataupun warna-warni kehidupan lain—yang sangat luas, tidak lain adalah jalan. Yang mau tidak mau (cukup) dilalui atau dilakoni. Allah Maha Tau...

Untuk selengkapnya, revisi dari sidang atau ‘pas’ sidang berlangsung. Sekaligus cerita tentang tipikal dosen para mahasiswa semester akhir akan dibahas di utas selanjutnya. Nantikan dan haturnuhun pisan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton