Sebuah Refleksi Film: A Taxi Driver

Sumber: WowKeren.com

Film dirilis tahun 2017 ini menggunakan latar di Korea Selatan. Film yang mengisahkan pemberontakan dalam suatu kota, namun tidak diketahui dunia, hanya sebatas kerusuhan kota. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah kejahatan kemanusiaan, pembunuhan kaum tertindas. Dahsyat.! Semua media tidak dapat mengakses secara langsung. Hanya media lokal saja yang mengetahui kejadian asli, namun dengan komunisnya melarang untuk disalurkan kepada media nasional negara tersebut, apalagi internasional.

Hanspeter. Salah satu aktor yang menjadi penyempurna film A Taxi Driver. Peter seorang wartawan yang berasal dari Jerman. Utusan Jepang untuk mengangkat kasus sebenarnya; pemberontakan Gwang Ju. Tidak kalah inti, adalah peran Kim So Bok (nama samaran); Supir Taxi Seoul.

Berawal dari Peter yang berangkat dari Jepang, menuju Gwang Ju (Korea Selatan). Perjalanan yang tidak disengaja, yaitu bersama taxi yang tidak dipesan sebelumnya; Supir Taxi Seoul. Awal mula itulah yang menjadi kunci kebebasan dan terbongkarnya misteri Gwang Ju (kisah nyata sekitar tahun 80-an)
**

Jalan menuju Gwang Ju sangat sepi. Tibalah, di gerbang kota. Namun disitu banyak sekali militer yang menjaga ketat. Sederhana saja dengan terlihatnya militer itu, menandakan tidak boleh sembarang melewati atau menyinggahi kota Gwang Ju.
“Balik Balik”, ucap militer
“Saya mau mengantar penumpang saya yang Hendak ke Gwang Ju”, jawab Supir Taxi Seoul
“Lebih baik kembali ke Seoul”, tegas militer
Supir taxi dan penumpangnya putar balik menuruti pasukan militer itu. Penumpang taxi tetap keras kepala menuju Gwang Ju, tanpa memberi tahu sebelumnya bahwa dia adalah wartawan yang hendak meliput keadaan di Gwang Ju. Supir taxi hanya sebatas mencari nafkah, dan mengharapkan yen, maka dia turuti keinginan penumpang dan mencari jalan pintas, melalui jalan desa agar sampai di Gwang Ju.
**

Kota Gwang Ju tidak layaknya kota, tidak ada yang indah dipandang. Jalanan dipenuhi dengan kertas, yang bertuliskan “Perjuangkan Demokrasi Gwang Ju, Kembalikan Hak Rakyat Gwang Ju”, di sepanjang toko tertulis di dinding dengan semprot pilox, bahwa “Rakyat Gwang Ju menghendaki kebebasan, tidak ditindas oleh kaum biadab”. Miris...

Hanspeter, memberanikan diri untuk terjun ke dalam demonstrasi rakyat. Demi data yang akurat yang bisa dikabarkan kepada dunia. Supir taxi, mengikuti Hanspeter, mengantarkan kemana dia ingin tuju. Supir taxi yang hendak kembali ke Seoul, mengurungkan niatnya lantaran melihat kondisi yang sebenarnya, manusia ditembak, dibantai, dimusnahkan dengan cara yang tak patut. Dibunuh dan disiksanya bukan sebuah kesalahan, hanya nafsu penguasa (komunis) ingin menguasai derah tersebut.

Supir taxi yang sudah rindu sekali dengan anaknya. Hanya satu-satunya (hal) yang berharga dalam hidupnya setelah kematian sang istri. Dia tidak tega meninggalkan anaknya sendiri di rumah. Anak yang masih kecil dan seringkali bertengkar dengan anak tetangganya. Tidak jarang, terdapat luka (fisik) yang membekas. Anak kecil yang nakal, begitulah anak kecil. Nakal, tidak lebih dari permainan.

“Aku ikut kamu”, ucap Supir Taxi Seoul
(Terdiam, Peter mengiyakan). Semakin hari semakin porak poranda kota Gwang Ju. Parahnya media lokal juga dirusak oleh penguasa biadab. Karena akan mengendus gerilyanya dalam menguasai kota. Peter, Supir Taxi, dan mahasiswa (dari Gwang Ju) beserta ayah Si Mahasiswa, ikut membantu dalam peliputan wartawan berdarah Jerman itu. Dari kerjasama itu baru diketahui, bahwa Peter, orang asing  yang membawa niat mulia. Untuk membebaskan jeratan manusia sok berkuasa.

Diam-diam adalah jalan yang ditempuh oleh Peter, Supir Taxi, dan dua orang Gwang Ju—membantunya. Tidak ada yang mengetahui dari pihak penguasa biadab itu. Akan tetapi sudah diperingatkan sejak awal, jika ketahuan ada reporter asing yang masuk, maka nasibnya tidak jauh berbeda dengan rakyat Gwang Ju; yang menentang kebijakan penguasa itu. Mati yang tidak santun sama sekali.

Sepandai tupai meloncat akan jatuh juga, serapat menyimpan bangkai bakal terendus busuknya. Sepandai Peter dan Supir Taxi bersembunyi akan ketahuan jua batang hidungnya. Pertarungan masih berlanjut, pertarungan yang berhadapan langsung dengan Dedengkot Komunis Gwang Ju.
**

(*ini yang menjadi insight penulis, seorang reporter. Bukan orang Korea atau mandarin, tapi dari luar negeri. Mengemban amanah. Sebagai utusan dari Perdamaian Dunia, dan dia seorang jurnalis (wartawan) rela menaruhkan nyawanya di daerah yang penuh dengan tekanan, pemberontakan tidak ada peri kemanusiaan).

Peter dan Supir Taxi berhasil melarikan diri (membawa seluruh data hasil rekam). Dibantu oleh mahasiswa yang bisa menerjemahkan bahasa Korea ke Inggris, untuk bisa menyampaikan pesan pada Peter, melarikan diri dari kejaran Pemberontak dengan bantuan Taxi Driver Gwang Ju, bersatu mengawal Supir Taxi Seoul untuk keluar dari Gwang Ju, dari kawanan militer dan penguasa bejat.

Kembali ke Seoul, Peter melanjutkan ke Jepang, mengolah data yang real untuk disampaikan kepada seluruh penjuru, bahwasannya kejahatan kemanusiaan ini perlu diadili dan menyelamatkan ribuan nyawa Gwang Ju. Peter dan Supir Taxi Seoul selamat, namun orang-orang yang membantunya selama di Gwang Ju ditawan seluruhnya bahkan ada yang kehilangan nyawa, salah satunya mahasiswa yang membantu sejak awal. “Kembalilah, dan sampaikanlah kebenaran. Untuk masa depan rakyat Gwang Ju. Tak usah kau risaukan kami”, tutur ayah mahasiswa.
**

Tahun 2003
Penghargaan dipersembahkan kepada Peter, seorang wartawan yang berjasa mengungkap kejahatan manusia yang penuh dengan manipulasi orang berkuasa (dunya). “Saya sangat berterima kasih dengan teman saya, yang membantu selama dalam peliputan di Gwang Ju. Jika dia mendengar saya saat ini, saya ingin mengucapkan bahwa saya ingin bertemu dan rindu. Dia adalah Kim So Bok”, Hanspeter dalam pidatonya di Seoul.

Kim So Bok, nama samaran yang diberikan oleh Supir Taxi kepada Peter saat perpisahan di bandaran tahun 80-an silam. Dia tidak mau mengatakan yang sebenarnya, siapa nama aslinya. Kim So Bok, adalah nama yang diambil dari rokok di dashboard mobil taxi pada saat itu. Peter hendaknya meminta nama Supir Taxi, ketika bertemu nanti atau dibuat pemberitaan, jasa dari supir taxi itu akan turut serta dan sebuah keabadian. Namun tidak bagi Supir Taxi Seoul. Dia ikhlas, dan sebatas supir taxi yang ingin melayani penumpangnya, terlebih memiliki tugas atau misi mulia, kala itu. Tidak berharap lebih, atau balasan.
“Saya senang melihat kawan saya berhasil dan sukses,” senyum Supir Taxi Seoul ketika melihat dan mendengar suara Peter dalam pidato Penganugerahan atas Jasa dalam Kasus Gwang Ju di Seoul Korea Selatan.

Selamanya jika itu sebuah misi, penulis suka
Terlebih Wartawan, Journalis, akan menetap di hati
Dan satu pertanyaan, apakah di Indonesia ada pemberontakan semacam itu? Apakah itu PKI dahulu? Sekarang?

A Taxi Driver was ended

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton