Ada Suatu Waktu

Setiap orang memiliki masa dan kesibukan di dalamnya yang berbeda-beda. Ada yang sibuk sekali, tapi tidak membutuhkan daya ingat atau (mohon maaf) dengan otot saja, ada pula yang melibatkan persiapan terlebih dahulu, seperti hafalan. Diantara keduanya tidak ada yang lebih unggul, atau rendah. Semua punya titik kesulitan masing-masing, yang terkadang menjadikan enggan untuk melakukan kesibukan (rutinitas) tersebut.


Pagi ini, banyak yang ada dipikiran. Tapi tidak banyak pekerjaan juga, namun saya belum bisa mengatur dengan baik. Saya memutuskan untuk diam. Tidak melaksanakan rutinitas, dan saya sengaja demikian. Kurang lebih ada tiga agenda dalam setiap harinya, mungkin sampai beberapa hari kedepan, tidak selamanya. Entah, saya butuh rehat. Untuk menuliskan isi dalam pikiran terlebih dahulu. 


Ketika pagi, saya menyimak ngaji, selepas itu saya setoran, dilanjut membersihkan kamar, lalu persiapan untuk setoran malam. Semua butuh persiapan kecuali bersih-bersih kamar. Iya! Itu tanggung jawab dan keputusan saya. Ternyata persiapan hafalan bukan main-main dan godaannya lebih-lebih, apalagi tingkat toleransi saya, toleransi yang kurang baik, melonggarkan kesempatan yang utama, melonggarkan deresan. Sedih kalau diingat. Tapi ada saja pikiran yang menyergap, saya egois. Saya hafalan dan tidak melakukan apa-apa, dalam arti bentuk pengabdian. Terlebih ini sedang ditinggal Umik. Saya merasa tidak karuan, karena tidak diutus-utus. Ko bisa ada pikiran demikian.


Terlepas keterkaitan di atas, saat ini saya pada fase, hafalan yang berad. Diri saya belum bisa diajak keras dan komitmen. Untuk persiapan deresan sehari dua kali yang berbeda, dan satu kali setoran yang berbeda pula. Semoga diberi kuat.


Terkadang juga ada baiknya, berpikiran untuk ngadem-ngadem. "Dengan saya benar-benar dalam hafalan, itu udah progres. Bisa jadi tembelan ketika saya tidak bisa membantu apa-apa. Misal ketika ditinggal seperti ini. Jadi lebih banyak waktu untuk menghafal. Dasar saya manusia, masih ada sangkalan. Ketika tidak banyak diutus-utus, kebetulan waktu dimana saya persiapan sebelum setor pagi, itu dibuat nyimak. Jadi kalau saya maksa setor, tanpa lalaran itu malu. Gusti, indah sekali skenario-Mu. Membuat saya tambah dewasa pikir. Bagaimanapun saya tetap harus tanggung jawab, mengatur diri, dan menunjukkan bahwa saya benar lemah, tapi tidak boleh nyerah.


Sampai pagi ini, saya harusnya setor nambah. Tapi saya memutuskan tidak maju, setor pun murojaah. Saya malu. Saya di hari sebelumnya sesuai jadwal. Saya sehari dua kali setor, kesemuanya murojaah. Belum ada ziyadah (nambah). Seharusnya pagi ini, dan saya sudah niat untuk ziyadah, tanpa murojaah. Tidak apa-apa. Tapi saya tidak mampu. Belum lancar, saya dengan dalih persiapan, saya tidak maju dulu. Insyaallah nanti malam, semoga tidak malu dan mau effort diri yang lebih. 


Simpuh di pangkuan-Mu ya Allah. Berharap, bisa melepaskan apa yang pernah mengikat saya sebelumnya. Termasuk pertemanan yang sekiranya saat ini tidak harus terlarut dalam angan, namun tetap dalam doa. Dan siap menghadapi hari ini, terus memanjatkan doa untuk kesempatan selanjutnya dalam memperbaiki diri. Berani mengambil resiko, minimalisir sakit hati. Jauh bukan berarti benci, menghilang bukan berarti tidak sayang, tapi mempersiapkan diri untuk pertemuan yang akan datang, jika Allah menghendaki. 


Bantu hamba, saya yakin juga Allah telah mentawally hamba-Nya. Dengan segenap cinta, Allah sudah terlebih dahulu memiliki dan berkuasa atas diri ini. Saya bisa sampai saat ini, dan mungkin ada perubahan setelah ini, tidak lain Allah lah dibalik semua ini. 


Fase ikhlas, melepas, dan menyerahkan diri penuh. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton