Ambang Keberanian

Ketika sudah suci dari hadas, maka aktivitas normal dimulai. Semenjak pukul 4.00 A.m  sampai saat ini. Tapi pagi ini sudah menegangkan. Biasanya tegang karena akan setoran, akan tetapi ini beda. Saya nyimak santri yang mukim di saat pandemi ini.

Allah mengatur setiap plotnya indah, runtut. Ada saatnya saya mengalami keadaan ini. Memulai, dan menterjemahkan setiap usaha (pengabdian). Saya menyimak, karena ditinggal Umik beberapa hari kedepan. Saya tidak tahu pasti. Sehingga saya diserahi santri yang biasanya setor atau takror kepada beliau.

Ada yang lebih deg-degan. Saya bimbang, dan harus mengambil keputusan. Setiap pagi, Umik yang membangunkan santri putra. Dengan duding tebal yang dipukul-pukulkan ke satir. Tapi ketika beliau tidak ada. Saya yang membangunkan. Syahdan, baru kali pertama. BINGUNG, EWUH, SENDIRI. Saya menuju ke asrama putra, sebenarnya pantas atau tidak. Saya juga memikirkan hal itu. Saya putri, ada rasa bahwa itu bukan ranah saya. Tapi jika saya tidak melakukan, mencoba, saya lari dari tanggung jawab. Karena di hari sebelumnya, saat pamitan ke Jakarta. Umik berpesan, "Adik-adik diulang ngaji ya, Mbak Asa". Dilanjut pesan ke Rafi, yang hafalannya banyak. "Rafi ngaji ke Mbak Asa ya."

Di pagi yang dingin itu, ragu menyergap. "Saya harus melakukan, tapi saya takut. Ini baru mulai, beberapa santri, belum ratusan. Saya harus mencoba", dan Allah yang memperjalankan saya menuju asrama putra. Syukur walhamdulillah, "Somad bangun, ngaos", ucapku dengan nada yang pas-pasan. Tau lah bagaimana diri saya, beraninya samar-samar (inget pas jadi ketua dulu, persekutuan kebimbangan dalam otak, wkwk). Somad bangun, dan saya sumpyuh. "Saya bisa, terimakasih Allah." Rasanya Allah langsung yang menguasai. Allah, benar Allah, sehingga diri saya bisa melalui rasa dan laku di pagi itu.

Sekitar pukul 6.00 A.m, saya kembali ke kamar atas. Sudah ditunggu santri putri yang mau ngaos. Ada rasa yang cukup saya saja yang merasakan. Terjaga untuk selalu Syukur.

Tiada daya dan kekuatan melainkan milik-Mu. Saya tersadar dari hal-hal yang terlihat kecil. Tapi itu besar sekali, yang saya dapatkan. Jika melihat hal-hal yang tampak besar. Itu seperti bonus, tidak tahu.!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton