Buku: Pendamping Diri yang Setia

Kebahagiaan bisa didapat saat menyempatkan diri untuk membaca. Dalam buku La Tahzan karya 'Aidh Al-Qarni, Al Jahizh mengatakan bahwa membaca dan mengkaji akan menghapus kesedihan. 


"Buku menjadi teman duduk yang tidak akan memuji diri kita secara berlebihan, sahabat yang tidak akan menipu, dan tidak akan membuat bosan. Dia adalah teman yang sangat toleran, tidak mengusirku, tetangga yang tidak menyakiti, teman yang tidak memaksa diri kita untuk berkorban, tidak memperlakukan kita dengan tipu daya, dan tidak berbuat kebohongan."


Saya beserta pengalaman membaca

Saya ternyata suka membaca bisa dikatakan sejak MI. Buku pertama yang saya baca adalah Kisah 25 Nabi dan Si Kancil. Membaca berlanjut di waktu SMP. Saya suka baca, karena ke perpustakaan. Perpustakaan SMP ademnya, kaya surga. (Perumpamaan lah ya. Suka sekali. Tanpa tapi). Pengalaman membaca, berlanjut di Aliyah, suka juga ke perpus. Tapi saya disitu sudah mengenal perpustakaan daerah. Dan saya lebih suka perpus daerah ketimbang perpus sekolah. Alasannya, pertama jauh. Saya suka perjalanan, sehingga rasa senang selalu menyertai ketika hendak ke perpus. Biasanya saya naik bis ke perpustakaan daerah, cukup dengan ongkos 2000 saja sudah bisa menikmati kota. Alasan selanjutnya adalah kelengkapan buku dan enak tempatnya. Namun, bukan berarti perpustakaan sekolah jelek. Perpustakaan sekolah Aliyah tetap menjadi favorit, karena tidak ada yang lain. Ada satu hal yang istimewa di perpustakaan Aliyah, kalau pinjam novel harus booking. Karena novel Tere Liye sedang di-stok dan produk baru, jadi perpustakaan rame pengunjung, dan membuat antri dalam peminjaman. Kurang lebih demikian bingkai seputar baca, buku, dan perpustakaan.


Membaca tidak berhenti sampai disitu. Alhamdulillah saya berkesempatan masuk universitas. Saya diterima di jurusan yang memiliki background keilmuan. Otomatis kebutuhan dengan buku, bersifat primer. Di tempat dan waktu itulah, saya baru sadar membaca. Perjalanan baca sebelum di universitas, adalah seputar kesukaan, dari segi genre lebih memilih novel. Berbeda ketika di perkuliahan, ada rasa senang, butuh, dan satu lagi, malu. Saya memiliki teman, yang hobi membaca, dan tuntas. Selain itu memiliki senior, yang membaca untuk ditulis. Gila! Keren abis. Genre buku ketika menyandang status mahasiswa bukan beralih, tapi bertambah. Mulai mengenal buku yang membahas filsafat, keislaman, khazanah, terkadang masih dengan novel. 


Relate dengan apa yang dikatakan Al-Jahizh mengusir kesedihan. Ketika orang bingung, bisa jadi belum bersahabat dengan buku. Mungkin ada yang tidak sependapat. Karena tidak semua bisa gandrung dengan buku. Saya mempunyai limitasi, dan bisa jadi melampaui diri, kerena aktivitas baca.  Seminimalnya seseorang bergerak adalah membaca, sekaligus kesetiaan seseorang untuk membaca membaca, adalah paling istimewa. Kalimat yang sampai saat ini masih membuat nyaman dan berusaha diamalkan.


Kesadaran membaca, timbul setelah saya melampaui perjalanan baca yang seolah-olah tidak sengaja. Dan tidak tertinggal, sebuah perjalanan nyata (jalan-jalan) yang akan membuat baca saya berkualitas. Ditambah berharga, ketika saya mengabadikan dalam tulisan.


Kutipan yang indah:

"Kita sadar bahwa buku adalah pilihan terbaik bagi orang-orang yang kosong untuk menghabiskan waktu siangnya, dan bagi orang-orang yang suka bersenang-senang untuk menghabiskan waktu malamnya. Buku adalah sesuatu yang tanpa disadari, memberikan dorongan untuk mencoba, menggunakan nalarnya, membentuk kepribadiannya, menjaga kehormatan, meluruskan agama, sekaligus mengembangkan harta."


Luar biasanya buku dapat dilihat dari catatan sejarah Ghatafan oleh seorang Syaikh, "Semua kebajikan akan sirna kecuali dalam buku."


Kesetiaan buku sudah tidak diragukan lagi, tanpa tedeng aling-aling, atau dalih apapun, mencintai buku sepaket dengan mengkaji yang ada di dalam buku adalah KEBUTUHAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton