Pengabdian #Day 19

Teguran

Saya disuruh Umik nyisir loyang bekas larut. Saya mengiyakan. Dengan santai, saya sudah membersihkan 2 loyang tuntas, dan berjalan loyang ke-3. Saya sebelumnya diajari menyisir (membersihkan) dengan solet. Saya menurut. 

"Asa", suara khas Mama dari ndalem atas memanggil saya yang di dapur ndalem bawah. 

Saya membalikan badan, melihat ke atas. "Ada apa", dalam pikiran saya banyak kemungkinan. Terdengar dengan nada tinggi memanggil nama saya itu. Terjadilah.

"Itu loyang kamu bersihkan dengan kamu kerik? Bawa ke atas, tidak orang yang biasa membersihkan, tidak tau bagaimana caranya", jelas Mama--duko-duko.

Saya ke bawah mengambil 6 loyang, dan belum bersih semua langsung saya bawa, sesuai perintah Mama-Baba. 

Tengggg

Suara loyang yang dibanting, dibanting sedikit. Wkwk. Saya kaget, dan disuruh meletakan untuk dibersihkan Mbak Ndalem. 

Saya mengucapkan maaf, dan sesuai utusan dari Umik, Mama membalas "Tidak tahu, ya udah tidak apa-apa. Biar mbak-mbak saja yang bersihin". Saya kembali ke kamar, lewat ndalem bawah.

Oh, hari ini saya dapat. Teringat, ketika di organisasi, bagaimana ketika kerja tidak sesuai dan atasan mengomentari dan memarahi, dengan kata kasar, tolol, ga becus, pernah sekali dibilang tidak ada akhlak. Saya sontak, bersyukur. Ya Allah ternyata ini ilmu kehidupan. Sehingga ketika ditegur, disalahkan, dan ketika salah harus diakui, dan mengucapkan seadanya bukan bentuk pembelaan (jika jelas sebuah kesalahan). Yang terpenting, adalah kuat dan mengalah (maaf). Percaya, tidak akan rugi.

Alhamdulillah sudah puasa Dzulhijjah, hari ke-3. Dengan rutinitas menemani Umik, salat tasbih (bagi saya baru pertama kali), ngaos dan membaca buku baru dari perpus Mama. Alhamdulillah 'ala kulli hal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton