Pengabdian #Day 7

(11 Juli 2020)

Saya sudah merasa lebih baik. Yaitu, tenang. Ternyata tenang adalah koentji. Tenang di saat seperti ini, menurut saya memiliki dua arti. Saya diam adalah ngaji dan ngabdi, saya bergerak juga ngaji dan ngabdi. Terakhir, arti dari tenang adalah Siap.

Dimulai dengan menulis, berkabar lewat ponsel. Cukup. Beranjak siang, saya menuju tempat ngupasin kacang. Tidak lama kemudian, ditimbali (dipanggil) Umik. Yang mengubungi adalah Ka Oya (cucu Umik, putri dari Ummah--putri bungsu Umik) ke nomor WA Baiti, untuk memanggil saya diutus terapi (pijat). Saya langsung menuju ndalem bawah. 

"Enaknya, sudah punya asisten pijat sendiri", ucap Ummah

Umik hanya senyum, dan melanjutkan obrolan dengan saya. Umik menjelaskan bahwa beliau sering terapi ke RS. Islam. Saya mengangguk dan mengiyakan, setiap cerita dari beliau. Dan di tengah proses pijat, diutus (disuruh)  Umik menggunakan kayu pijat refleksi. Saya manut. 

"Pake kayu aja Mbak Asa, biar tangannya tidak capek", pengertian luar biasa Umik.

Saya bersyukur, bisa melaksanakan hal-hal atau aktivitas demikian. Semakin merasakan, dan tahu bagaimana menikmati pengabdian. Teman-teman (viewers), pasti sudah tidak asing dari quotes berikut, dan saya juga ingat dari guru saya (Mr. Jazuli), satu lagi motto si Mas, Khoirunnaas anfa'uhum linnas, "sebaik-baik  manusia adalah yang bermanfaat bagi/untuk manusia lainnya. Ya walaupun tidak ada yang tau kadar kebermanfaatan, Wallahu a'lam.

**

Melanjutkan aktivitas normal, yaitu kupas kulit kacang. Lagi-lagi belajar kehidupan. Jika bincang bersama Mba Inun, cocok untuk diskusi rumah tangga atau remaja atas. Untuk menemukan pasangan, rumah tangga di awal pernikahan, dan proses sebelum mendapatkan kenikmatan saat ini-berhagia bersama suami dan putra-putri (frame: kehidupan Mba Inun). Sedangkan bincang bareng Baiti, cerita lebih mendalam terkait kondisi pondok dan orang-orang di dalamnya. Banyak sekali orang-orang yang dalam tanda kutip "Buat jengkel, boten remen (tidak suka)" kanggenipun (menurut) pengasuh, seperti pulang atau boyong tanpa ijin. Kurang lebih, menyepelekan kepercayaan yang telah diberikan oleh pengasuh kepada santri (ndalem). Ya Allah, yang saya khawatir/berusaha hindari adalah hal itu, membuat kecewa, dan membuat 'duka' (marah) Bu Nyai Pak Kiyai'. Memang mengabdi, menyerahkan seluruhnya, dan memenuhi sesuai kemampuan diri. Dan yang harus digaris bawahi serta di-bold, pesan tersirat dari Baiti dan Mba Inun "Hindari Cari Muka, Ra Apik". Dan teringat stori Kaka kelas, quote Soesilo Toer "Manusia rentan sekali dengan pujian, sekalipun hanya basa-basi". Ya Allah namung nyuwun Tulung, perlindungan sangking panjenengan Gusti. Mugi sadar, lan maca salawat mawon. Boten wonten ingkang damel gajulan. Na'udzubillah

Dapat buku ciamik di #Day 7. Judul bukunya, "Belajar Jurnalistik dari Nilai-nilai Al-Qur'an" karya Amalia Indriyanti, adalah karya (buku) lanjutan dari tugas penelitian akhir. Keren! Membahas mulai dari apa itu jurnalistik, pers, publistik dan di akhir pembahasan: dikaitkan dengan ayat Al-Qur'an. 

Sedikit ulasan 'sejarah jurnalistik', dari sejarah sudah sejak zaman Romawi (100-44 SM), pemimpin waktu itu adalah Cayus Julius Caesar yang memerintahkan untuk menyebarkan kabar tentang pemerintahan secara resmi di papan pengumuman warna putih. Dan secara akademis, jurnalistik muncul pada tahun 1884 di Universitas Bazel Swiss. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan informasi semakin berkembang, dan mulai gencar dalam informasi dan komunikasi sampai bisa dinikmati saat ini. 

Ketika mencoba mendefinisikan jurnalistik, adalah berkaitan dengan informasi, mengabarkan, dan disitu dijelaskan pula sebagai aktivitas kewartawanan mulai dari mencari berita, membuat berita, mengedit berita, dan menyampaikan berita ke khalayak. 

Terimakasih perpustakaan Mama Baba

Kurang lebih keintiman makan bersama cah ndalem, menu 11 Juli 2020 malam: sayur bayam, tahu goreng, (diketawain bareng, Via ngasih kecap di sayur bening), tapi tetap habis tak bersisa.. nikmat pol

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton