'Alim, Guru, Kiyai-Bunyai #Day 22


27 Juli 2020

Umik pamit, kalau hendak pergi. Beliau pergi ke Semarang. Obrolan itu, kira-kira di hari sebelumnya (kemarin). Selepas salat isya', saya diminta ke kamar beliau, mengambil jajan. 

"Kamu malam ini ambil nasi, buat sahur. Umik ga puasa lagi besok. Umik mau ke Semarang", tutur Umik. 

Siang, 11.00 a.m

Umik memanggil saya, untuk membungkus jajan. Beliau bilang, oleh-oleh untuk buyut (atau saya tidak dengar, bisa jadi dari buyut: membahasakan diri Umik). Saya menyerahkan jajan itu pada Umik, yang sudah berpakaian rapi di ruang tamu (teras), siap berangkat. Lumayan banyak barang bawaan yang dikemas. Pikiran saya, 'mau berapa hari di luar kota ya?' Segera saya tampik pikiran kepo itu. 

"Disini dulu, sampai Umik berangkat. Bantuin naikin barang", pinta Umik

Saya mengangkat toples jajan, untuk dimasukkan ke dalam mobil. Kalimat yang terucap dari Umik, 
"Sudah ya, Nduk. Titip rumah", demikian pesan beliau.

Ada rasa yang tidak nyaman, dalam arti sedih ditinggal. Padahal hanya keluar kota. Semoga selamat sampai tujuan, dan sesampainya di pondok (ini) kembali. 

Hanya terlintas. Seorang guru, ulama, Kiyai-Nyai ketika sudah diambil Allah. Pasti ada yang hilang, sedih teramat dalam. Tidak membayangkan, pesantren, atau yayasan ditinggal dengan pendiri pertama. Walaupun suatu saat pasti, 'iya', harus ada pengganti sebagai penerus. Namun sosok, tidak mampu tergantikan. 
Ada ingatan yang muncul. Saat Buya Kamba meninggal. Saya terpikirkan sejak pertama, sekitar semester dua. Beliau dosen sekaligus guru (sufi tidak nyufi). Beliau sejak awal itu, sudah cuci darah. Saya tahunya, cuci darah bagi penderita komplikasi atau sudah penyakit parah. Yang terpikirkan, apakah saya mengetahui kabar meninggalnya beliau (saya masih 'menangi'). Bagaimana ngaji, ajaran beliau, maiyah, jamaah, murid-cucunya. Dan terjadilah... Allah lebih tahu...


Semoga Umik, sehat selalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton