Pengabdian #Day 5

Untuk tanggal 9 Juli 2020. Saya tidak akan bercerita tentang kegiatan saya terlebih dahulu. Mungkin saya akan bercerita tentang seseorang atau beberapa orang. 

Orang-orang yang saya temui di tempat pengabdian tentunya. Saya ambil satu orang dulu. Mba Inun, beliau yang bekerja di cookie and brownie Mama, bagian dapur. Beliau cerita panjang lebar. Karena sejak pertama penuturannya adalah beliau adalah orang yang suka ngomong. Tapi di #Day 5 kemarin, beliau cerita tentang apa yang ada pada diri beliau, yaitu indigo. Semacam itu.

Didapatinya dari Simbah, semenjak SD. Dari situ, setiap hari (kerap kali) melihat makhluk dunia lain. Salah satu kisahnya, ketika kecil orang tua beliau di-incih oleh tetangga yang kurang menyukai keluarga beliau. Pada suatu malam orang yang tidak suka itu menaburi kotoran atau apa saya kurang jelas (hal kurang baik). Mba Inun tahu siapa orang itu, beliau melihat dari kaca. Namun, anehnya orang yang di luar (tidak suka) tidak melihat Mba Inun. 

Kisah lain, katanya biasa. Yaitu, sering melihat makhluk halus, bahkan berteman, diajak main dan ngobrol.

Ketika cerita Mba Inun, jadi teringat Baiti. Baiti dulunya cah ndalem. Selepas lulus, dia tidak boyongan pondok dan diminta Baba untuk tetap tinggal di pondok dan membantu Mama. Sekitar kurang lebih 9 tahun di pondok, betapa sudah mengakar dan sudah tahu serta lebih pengalaman akan pondok ini, tidak diragukan lagi. 

Saya harus belajar dari ketahanmalangan Baiti. Dimarahi, jadi bahan omongan, banyak yang tidak suka, banyak yang iri. Dia hanya B aja. Saya yang baru seminggu, sudah merasa 'ngap-ngap', ah dasar lemah. Allah yang menguatkan langsung, Allahumma Aamiin.. 

Ada hal yang aneh, tapi kalau ditimbang-timbang wajar. Pertama, obrolan antara Mba Inun dan Baiti adalah seputar watak dan karakter santri pondok. Yang A, B, C, D, dan seterusnya. Banyak sekali hal yang membuat jengkel. Saya lebih banyak diam. Saya merasa, mengira sudah lama sekali tidak membicarakan atau tidak suka dengan teman. Saya merasa di Bandung, tidak berkutat dengan hal itu. Tapi entah. Saya mendengar cerita tentang si A, B, dst setiap hari dari beliau-beliau. Dan jujur membuat saya ciut. Karena itu, yang akan saya hadapi nanti. Sudah cukup, nanti lagi. 'Loss' kalau kata Baiti.

Dan ada kerennya. Menurut saya, tentang Mba Inun dan Baiti. Mba Inun, beliau memiliki suami yang dulunya memiliki masa lalu suram (menurut penuturan Mba Inun sendiri), yaitu suaminya sering minum (bir dkk), dan bertato. Tapi semenjak menikah dengan Mba Inun, berubah total. Dan sekarang sudah menjadi karib Baba. Yang awalnya tidak menyangka, bisa bersama sosok 'alim. Sedangkan Baiti. Dia kuat, baru dua tahun kebelakang, Ibunya meninggal dunia. Dan bersama Baba, dia sudah menjadi pribadi yang handal. Membantu dapur Mama, untuk konsumsi keluarga ataupun kedai kopi Mama. Kemarin saya dapat ilmu dari Baiti, bagaimana membuat kulit Risol. Yang biasanya saya beli, tapi saya melihat dia dari proses awal sampai jadi lembaran. Begitu keren ketika dia menempelkan pantat wajan ke dalam adonan. Lalu dibakar di atas api kecil, lalu diangkat dan lepas dengan sendirinya. Skill yang tidak instan belajarnya. Harapnya, "Semoga bisa punya catering sendiri nanti Mba, dan punya cabang." Lantas saya jawab, "Saya cabang bagian Jambu Timur ya Bai, kamu tinggal terima uang saja." 

Sore, menghabiskan waktu bersama Baiti. Dari membuat kulit dan diutus Mama keluar membeli Lontong Tahu untuk tamu Baba. Dan baru saya lihat, dia yang sangat Loss tapi ketika dihadapkan dengan urusan permintaan Baba dan Mama (membelikan Lontong Tahu untuk tamu Baba yang sedang puasa) dia begitu tergopoh-gopoh. Takut tidak sesuai dan terlambat. Maa syaa Allah, manut kepada Kiyai dan Bunyai luar biasa. 

Makasih Bai, saya banyak belajar dari kamu. Tidak membayangkan, jika dalam posisi saya ini, tanpa 'sampean' (kamu)


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Kesetaraan Dari Abi Quraish Untuk Pasangan Suami Istri

Pengalaman Saya Menjadi Perempuan

Profesor Grafton